a.
Latar belakang
Kabupaten Temanggung, adalah sebuah kabupaten
di Provinsi
Jawa Tengah.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten
Kendal di utara, Kabupaten Semarang di timur, Kabupaten Magelang di selatan, serta Kabupaten Wonosobo di barat. Sebagian besar
wilayah Kabupaten Temanggung merupakan dataran tinggi dan pegunungan, yakni
bagian dari rangkaian Dataran Tinggi Dieng. Di perbatasan dengan
Kabupaten Wonosobo terdapat Gunung
Sindoro dan Gunung Sumbing. Temanggung berada di jalan
provinsi yang menghubungkan Semarang-Purwokerto. Jalan Raya Parakan-Weleri
menghubungkan Temanggung dengan jalur pantura.
Untuk daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang persisnya di Kecamatan Pringsurat.
Temanggung
yang berbatasan dengan kota-kota besar, tentu saja memiliki permasalahan sosial
yang tak jauh beda dengan kota-kota lain. Permasalahan kesejahteraan sosial
yang ada di daerah ini tentu saja memiliki dampak buruk bagi kesejahteraan
masyarakat yang berada di kaki Gunung Sumbing-Sindoro sendiri. Permasalahan
Kesejahteraan sosial semakin hari semakin kompleks seiring dengan perkembangan
zaman dan pergaulan yang semakin bebas. Kemiskinan, ketelantaran, kecacatan,
ketunaan sosial, keterbelakangan mental, bahkan penyalahgunaan NAPZA.
Berdasarkan
Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, dan Undang-undang nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika, serta Undang-undang
Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan
Fakir Miskin yang selanjutnya dijelaskan lebih rinci dalan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
yang kemudian dikaitkan dengan perspektif Hak Azasi Manusia, nilai-nilai yang
diterapkan dalam menangani masalah sosial, dan penerapan kode etik pekerja
sosial dalam menengani masalah sosial.
b. Tujuan
Tujuan
ditulisnya makalah ini untuk lebih mengetahui
beberapa masalah sosial yang ada di daerah Kabupaten Temanggung,
khususnya masalah sosial tentang kemiskinan yang menjadi penyebab anak di bawah
umur bekerja dan penyalahgunaan Narkoba semakin meluas. Selain itu juga untuk
memenuhi tugas pengganti Ujian Akhir Semester mata kuliah Nilai Etika, dan Hak
Azasi Manusia.
Pembahasan
a. Kemiskinan
penyebab anak di bawah umur menjadi pekerja
1. Analisis
masalah sosial dilihat dari perspektif Hak Asasi Manusia
Di dalam kehidupan
keseharian di masyarakat terdapat anak-anak yang mengalami hambatan
kesejahteraan ekonomi, jasmani, rohani, sosial, kesempatan, pemeliharaan, dan
usaha. Maka untuk dapat menghilangkan hal tersebut anak-anak bekerja demi
perutnya yang perlu diisi. Mereka melakukannya karena keadaannya yang berada di
digaris kemiskinan. Untuk itu mereka sangat memerlukan perlindungan karena pada
dasarnya hak-hak dari diri mereka sudah terampas, hal ini bertentangan dengan
hak azasi yang dimiliki oleh setiap orang termasuk pekerja anak sekalipun.
Faktor
yang menjadi penyebab dari seorang anak menjadi pekerja anak adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan faktor pendorong utama bagi anak-anak masuk ke pasar
tenaga kerja. ILO dan UNICEF (1994) menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan akar
permasalahn terdalam dan faktor utama anak-anak terjun ke dunia kerja.
Anak-anak
memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan hak sebagai seorang anak. Kebutuhan
umum dari anak dapat berupa perlindungan (keamanan), kasih sayang, perhatian,
sedangkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan fisik, anak memerlukan makanan
bergizi, pakaian, sanitasi dan perawatan kesehatan. Adapun untuk menjamin
perkembangan psikis serta sosialnya, seorang anak memerlukan kaih sayang,
rekreatif, stimulasi kreatif, aktualisasi diri, dan pengembangan intelektual.
(Brown dan Swanson dalam Abu Huraerah, 2006)
Hal
di atas menunjukkan bahwa ada hak-hak dari pekerja anak yang tidak terpenuhi
sehingga pekerja anak jauh untuk menggapai yang namanya kesejahteraan, kecuali
salah satunya dengan memberikan perlindungan dan advokasi kepada mereka.
Untuk
mewujudkan perlindungan dan advokasi yang berbasis HAM bagi pekerja anak, di
Indonesia dipayungi oleh Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan
anak. Untuk selanjutnya pemerintah menerbitkan Undang-undang nomor 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang ini pun menjadi landasan untuk
mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak tanpa diskriminasi dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak anak.
2.
Nilai-nilai yang harus diterapkan dalam
menangani masalah sosial
Hepwoth dan Larsen
(1992) melihat nilai pekerjaan sosial berkaitan dengan pandangannya terhadap
konsep fokus intervensi pekerjaan sosial, yaitu: interaksi antara orang (klien)
dengan lingkungan (temasuk masalah yang dialami). Nilai-nilai tersebut
meliputi:
a)
Nilai tentang konsepsi orang/klien,
dalam kasus di atas adalah
1)
Setiap orang mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk menentukan dirinya sendiri, artinya bahwa anak
sebagai pekerja dan fakir miskin juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama
baik itu secara sosial, agama, maupun hukum.
2)
Setiap orang mempunyai kemampuan dan
dorongan guna peningkatan taraf hidupnya, hal ini berarti bahwa anak sebagai
pekerja dan fakir miskin mempunyai kemampuan dalam hal-hal meningkatkan taraf
hidupnya untuk keberlangsungan hidup di masa datang.
3)
Setiap orang mempunyai kebutuhan yang
perlu dipenuhi, siapapun itu pasti mempunyai kebutuhan untuk meneruskan
eksistensi hidupnya, tak terkecuali mereka orang dengan fakir miskin.
b)
Nilai tentang konsepsi lingkungan
masyarakat
1)
Masyarakat perlu menyediakan sumber dan
pelayanan untuk membantu orang memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah, dalam
hal ini individu yang bermasalah perlu dibantu dalam hal pemecahan masalah
karena bagaimanapun setiap orang tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa
bantuan orang lain.
c)
Nilai tentang konsepsi interaksi antar
manusia
1)
Pekerja sosial percaya bahwa orang yang
bermasalah perlu bantuan dari orang lain, keyakinan di sini yaitu bahwa
penyelesaian masalah tidak bisa diselesaikan seorang individu.
2)
Pekerja sosial percaya bahwa orang perlu
diberi kesempatan memecahkan masalah dan menentukan nasibnya, untuk hal ini
pekerja sosial dan orang lain hanya memberikan pilihan dalam memecahkan masalah
untuk kemudian individu yang bermasalah menentukan nasibnya sendiri.
3)
Pekerja sosial percaya bahwa orang perlu
dibantu dan ditingkatkan interaksinya dengan orang lain untuk membangun
masyarakat yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anggotanya.
3.
Penerapan kode etik pekerja sosial dalam
menangani masalah sosial
a) Tanggung
jawab etis pekerja sosial terhadap klien
Disini pekerja sosial harus memerhatikan kepentingan
klien jauh dari kepentingan pribadinya sendiri. Melayani klien dengan setia,
dan bulat hati. Tidak ada diskrimanisi anatara klien yang satu dengan yang
lain, karena dalam masalah kemiskinan hal pendeskriminasian harus dihapuskan.
Serta kerahasian yang ada dalam diri klien harus dijaga.
b) Tanggung
jawab etis pekerja sosial terhadap masyarakat
Disinilah pekerja sosial harus mampu berkompeten
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam menyejahterakan
pekerja anak karena faktor kemiskinan.
b.
Penyalahgunaan narkoba
1.
Analisis masalah sosial dilihat dari
perspektif Hak Azasi Manusia
Narkoba
adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.
Narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong makanan jika diminum,
diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja
otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebakan ketergantungan. Akibatnya,
kerja otak berubah (meningkat atau menurun); demikian pula fungsi vital organ
tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain).
Napza
(Narkotika, Psikotropika, Bahan Adiktif lain) adalah istilah yang digunakan
dalam kedokteran atau kesehatan. Narkoba tergolong racun bagi tubuh, jika digunakan tidak sebagaimana mestinya.
Racun adalah bahan atau zat, bukan makanan atau minuman, yang berbahaya bagi
tubuh. Sebagian jenis narkoba berguna dalam pengobatan, tetapi karena
menimbulkan ketergantungan, penggunaannya harus mengikuti petunjuk dokter
(didapat sesuai resep dokter). Contoh: morfin dan petidin yang digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri pada penyakit kanker; obat untuk membius pasien pada
waktu operasi; amfetamin untuk mengurangi nafsu makan, dan berbagai jenis pil
tidur dan obat penenang. Ada juga yang secara luas digunakan sebagai obat,
contohnya kodein (obat batuk).
Analisis penyalahgunaan
narkoba dilihat dari perspektif Hak Azasi Manusia dalam Undang-undang nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika.
Pasal 38
Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma
ketergantungan dimaksudkan untuk memulihkan dan/atau mengem-bangkan kemampuan
fisik, mental, dan sosialnya.
Pasal 39
(1) Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma
ketergantungan dilaksanakan pada fasilitas rehabilitasi yang di-selenggarakan
oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rehabi-litasi
medis dan rehabilitasi sosial.
(3) Penyelenggaraan fasilitas rehabilitasi medis sebagaimana di-maksud pada
ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan atas dasar izin dari Menteri.
Pasal 48
(1) Pengobatan dan/atau perawatan pecandu narkotika
dilakukan fasilitas rehabilitasi.
(2) Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Pasal 49
(1) Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di
rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(2) Atas dasar persetujuan Menteri Kesehatan , lembaga
rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat melakukan
rehabilitasi medis pecandu narkotika.
(3) Selain pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan
oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
Pasal 50
Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga
rehabiitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial.
Dari sedikit ulasan Undang-undang tentang Psikotropika
dan Narkotika di atas dapat diketahui bahwa korban penyalahgunaan narkoba
mendapat hak fasilitas rehabilitasi dari
pemerintah terkait. Tetapi dalam kenyataannya banyak korban penyalahgunaan
narkoba belum ditangani secara baik. Maka dari itu, mereka yang hanya sebagai
korban belum memperoleh haknya untuk mendapat pengobatan yang layak agar bisa
meneruskan keberfungsian sosialnya. Hak azasi manusia di sini kurang berperan
dalam pemenuhan pendapatan fasilitas dari pemerintah.
2.
Nilai-nilai yang harus diterapkan dalam
menangani masalah sosial
a)
Nilai tentang konsepsi orang/klien dalam
penyalahgunaan narkoba:
1)
Setiap orang mempunyai kemampuan dan
dorongan untuk berubah guna peningkatan taraf hidupnya, orang yang mempunyai
masalah apalagi masalah penyalahgunaan napza sangat perlu dorongan untuk sembuh
dari penyalahgunaan napza tersebut dan bisa melakukan keberfungsian sosialnya
kembali.
2)
Setiap orang mempunyai tanggung jawab
kepada dirinya dan juga kepada orang lain dalam masyarakat, dalam hal ini
penyalahguna napza harus mengetahui tentang tanggung jawabnya kepada diri sendiri untuk
kepentingannya sendiri dan juga tanggung jawab dalam masyarakat untuk
keseimbangan masyarakat itu sendiri.
b)
Nilai tentang konsepsi
lingkungan/masyarakat:
1)
Masyarakat perlu memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan dan perkembangan setiap orang, di sini mengandung penjelasan bahwa
masyarakat perlu memberikan kesmpatan agar setiap individu mampu berkembang
sesuai dengan potensi yang ada dalam individu tersebut, khusunya penyalahguna
napza karena seringkali penyalahguna ini tidak lagi percaya diri.
c)
Nilai tentang konsepsi interaksi antar
manusia:
1)
Pekerja sosial percaya bahwa orang yang
bermasalah perlu bantuan dari orang lain, penyalah guna napza perlu bantuan
dari orang lain untuk menyelesaikan permasalahannya agar keluar dari
kebiasaannya menjadi korban barang terlarang.
3.
Penerapan kode etik pekerja sosial dalam
menangani masalah sosial
a) Tanggung
jawab etis pekerja sosial terhadap klien
Tanggung jawab pekerja sosial dalam menangani
masalah penyalahgunaan narkoba ini, bahwa pekerja sosial harus mampu menjaga
kerahasiaan klien serta menomorsatukan kepentingan klien agar klien dapat
melaksanakn keberfungsian sosialnya kembali.
b) Tanggung
jawab etis pekerja sosial terhadap masyarakat
Membantu klien dalam pengaksesan sistem sumber untuk
memperoleh pelayanan rehabilitasi narkotika, selain itu pekerja sosial harus
berpegang pada undang-undang yang ada dalam menangani kasusnya tersebut. Hal
yang paling penting di sini bahwa pekerja sosial harus mendukung kliennya agar
dapat berfungsi di dalam masyarakat.
C.
Penutup
Bahwasanya setiap orang
perlu mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang layak baik itu diberikan oleh
individu, kelompok, masyarakat, maupun institusi negara tanpa membedakan
statusnya. Hal ini berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yang harus diterima oleh
setiap individu. Karena dalam penyelesaian dari suatu permasalahan selalu
dikaitkan dengan HAM. Hak azasi manusia merupakan pengakuan akan martabat yang
terpadu dalam diri setiap orang akan hak-hak yang sama dan tidak teralihkan
dari semua anggota keluarga manusia, yaitu dasar dari kebebasan, keadilan dan
peradilan dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Rusmana, Aep, dkk.
2010. Perlindungan dan Advokasi Sosial
Fakir Miskin Berbasis Hak. Bandung: STKS
PRESS.
Badan Narkotika
Nasional Republik Indonesia. 2007. Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. Pusat Dukungan Pencegahan BNN.
Undang-undang Nomor 05
Tahun 1997 tentang Psikotropika
www.djpp.kemenkumham.go.idDireccted By : Dewi Rara Aniyati. 2013. Bandung College of Social Welfare
Tidak ada komentar:
Posting Komentar