1.1.Latar Belakang
Trend
perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba dari waktu ke waktu
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat
, bahkan kasus-kasus yang terungkap oleh jajaran Kepolisian RI hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Peningkatan ini antara lain terjadi karena pengaruh kemajuan teknologi, globalisasi dan derasnya arus informasi. Dan yang tidak kalah pentingnya karena keterbatasan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam melakukan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba.
, bahkan kasus-kasus yang terungkap oleh jajaran Kepolisian RI hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Peningkatan ini antara lain terjadi karena pengaruh kemajuan teknologi, globalisasi dan derasnya arus informasi. Dan yang tidak kalah pentingnya karena keterbatasan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam melakukan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba.
Penanggulangan
penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan
belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak
dari pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya
maupun keamanan.
Upaya
penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara komprehensif adalah melalui
pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi
tiga kegiatan utama yaitu Supply control, Demand reduction dan Harm reduction.
Yang dilakukan secara terpadu antar instansi terkait dan lembaga swadaya
masyarakat lainnya, menyeluruh mulai dari upaya pre-emtif, preventif, represif,
kuratif dan rehabilitatif serta secara berkesinambungan.
1.2.Rumusan Masalah
Dari paparan
latar belakang diatas dapat ditarik beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan terkait topik makalah ini yang membahas tentang penyalahgunaan
napza, yaitu :
1.
Apa pengertian penyalahgunaan napza dan apa saja yang
termasuk golongan napza ?
2.
Sejauh mana pihak pemerintah ataupun penegak hukum dalam
mengungkap atau menanggulangi kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang
mana sudah ada dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya ?
3.
Bagaimana perlindungan hukum atau penanggulangan
penyalahgunaan yang dilakukan ?
4.
Bagaimana melakukan penanggulangan penyalahgunaan narkoba
serta dampak yang ditimbulkan dari perilaku tersebut ?
5.
Apa saja upaya yang dilakukan terkait pendekatan
penanggulangan penyalahgunaan narkoba secara komprehensif ?
1.3.Tujuan
Memberikan
gambaran umum terkait penyalahgunaan napza dan berbagai hal yang termasuk dalam
kategori napza serta dampak, akibat, dan upaya yang dilakukan dalam memberantas
dan menanggulangi pihak yang terkait.
1.4.Manfaat
Melalui
makalah ini kiranya mampu memberikan gambaran pengetahuan kepada masyrakat
terkait penyalahgunaan napza khususnya di tanah air. Bagaimana dampak negatif
yang akan kita terima jika terjerumus dalam dunia napza dan masa depan yang
suram terlebih bagi generasi muda. Dan langkah-langkah pemulihan bagi setiap
orang yang sudah terlanjur terseret dalam dunia napza.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tinjauan Teori
Berikut ini akan diuraikan tentang pandangan-pandangan
masing-masing perspektif teoritis berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA.
1.
Perspektif Pedisposisi
Genetis
Perspektif
predisposisi genetis mendasarkan pada argumen bahwa para penyalahguna NAPZA
memimiliki predisposisi genetis untuk menjadi penyalahguna NAPZA.
Penelitian-penelitian terhadap anak kembar, penelitian dengan melibatkan
saudara kandung serta penelitian pada anak-anak yang diadopsi dilakukan untuk
memeriksa perbedaan pengaruh genetis pada penyalahguna NAPZA ( Adityanjee dan
Murray dalam Heaven, 1996).
Suatu
review terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960-an
sampai dengan tahun 1987 menyimpulkan bahwa indeks untuk alkoholisme pada anak-anak
kembar identik (monozigotik) jauh lebih tinggi dari pada anak-anak kembar
fratenal (digizotik). Anak-anak kembar identik yang diketahui menjadi
penyalahguna NAPZA menunjukkan bahwa saudara kandung kembarnyapun juga
penyalahguna NAPZA (Brook, dkk, 1996).
Beberapa
penelitian yang mendasarkan pada perspektif predisposisi genetis antara lain
dilakukan oleh Blumm, dkk (1996). Penelitian dilakukan pada 40 orang pasien
rawat jaga klinik psikiatri untuk mengetahui pengaruh gen terhadap perilaku
penyalahgunaan NAPZA. Hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan
penyalahgunaan NAPZA berhubungan secara signifikan dengan adanya klasifikasi
gen allelic A.1. hal ini menunjukkan bahwa adanya gen alel Taq 1.A1 dari gen
reseptor dopamine (DRD2) menyebabkan peningkatan resiko perilaku penyalahgunaan
dan ketagihan NAPZA. Penelitian yang dilakukan oleh Chasin, dkk (1996)
menyelidiki pengaruh orang tua yang alkoholik terhadap penyalahgunaan NAPZA
pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan ayah alkoholik
lebih cenderung menjadi penyalahguna NAPZA dari pada remaja yang ayahnya bukan
alkoholik.
Analisis yang
dapat dilakukan berkaitan dengan temuan hasil-hasil penelitian yang telah
dikemukakan adalah bahwa menurut Sarason dan Sarason (19993), alkohol dan zat
psikoaktif mempengaruhi setiap sistem di dalam tubuh manusia, terutama pada
sistem syaraf pusat yang dapat mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku
manusia. Pengaruh alkohol dan zat psikoaktif mempengaruhi seluruh proses
kimiawi dan elektris pada berjuta-juta sel syaraf secara cepat. Sejumlah sistem
ini dapat dipengaruhi secara predisposisi yang diwariskan terhadap alkoholism.
Alkohol dapat mempengaruhi sejumlah proses yang terlibat dalam fungsi sel
syaraf, dan jika di sana terdapat variasi yang diwariskan dalam proses
tersebut, hal tersebut dapat menghasilkan kerentanan baik sebagai kerentanan
neurokimiawi maupun resistensi pada alkohol. Individu yang memiliki
predisposisi terhadap alkohol memiliki membran sel-sel syaraf yang lebih
sensitif terhadap efek perubahan permeabilitas (permaebility-altering) terhadap
alkohol, yaitu mempengaruhi gerakan ion-ion sodium dan potasium dan perambatan
impuls-impuls syaraf.
Berdasarkan
uraian tentang perspektif predisposisi genetis beserta hasil-hasil penelitian
yang telah dikemukakan dapat dinayatakan bahwa faktor genetis yang diwariskan
dapat mempengaruhi timbulnya penyalahgunaan NAPZA, namun pengaruh faktor
genetis ini tidak selalu manifes dalam perilaku penyalahgunaan NAPZA. Menurut Rosenthal (1990)
semua perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetis dan
faktor lingkungan. Faktor genetis akan mempengaruhi DNA ( Deoxyribose Nucleic
Acid) gen-gen otak dalam mengkode protein yang penting dalam perkembangan,
pemeliharaan dan regulasi sirkuit-sirkuit syaraf, sementara faktor lingkungan
banyak berperan dalam manifestasi ekspresi gen baik berupa kondisi fisik,
psikis dan perilaku individu (behavior).
2. Perspektif Prediktor Psikososial
Perspektif
prediktor psikososial mendasarkan pada argumen bahwa ada sejumlah faktor
psikososial yang berpengaruh dalam penyalahgunaan NAPZA; faktor tersebut adalah
penyalahgunaan NAPZA oleh teman sebaya dan orang tua, orang tua yang sosiopat,
harga diri rendah, stres dan hambatan konformitas sosial ( Gren dalam Heaven,
1996). Berikut
ini akan digambarkan beberapa penelitian terhadap penyalahgunaan NAPZA pada
remaja.
Penelitian
yang dilakukan oleh Oetting dan Beauvais (1987) terhadap 415 remaja dari
komunitas midsize western menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor sosial yang
berpengaruh secara langsung terhadap keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan
NAPZA adalah kelompok teman sebaya yang kecil, dan kelompok teman sebaya yang
kohesif yang membentuk sejumlah perilaku termasuk dalam penyalahgunaan NAPZA.
Sementara faktor-faktor sosialisasi yang secara tidak langsung berpengaruh
terhadap keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan NAPZA adalah identifikasi
religiusitas, dan penyesuaian diri di sekolah.
3. Perspektif Psikodinamika
Perspektif
psikodinamika, individu yang mengalami masalah penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA, khususnya pada alkohol mencerminkan adanya kepribadian
ketergantungan oral. Individu tersebut mengalami fiksasi fase oral dalam
perkembangan psikoseksualnya. Individu yang minum alkohol terlalu banyak
(alkoholik) pada masa dewasa merupakan simbolisasi usaha untuk mencapai
kepuasan oral. Dengan kata lain dinyatakan bahwa alkoholisme merupakan
representasi fiksasi oral disebabkan oleh konflik ketidaksadaran pada masa
kank-kanak. Namun menurut Nevid, dkk (1997) perspektif psikodinamika ini tidak
banyak didukung oleh hasil-hasil penelitian atau bukti-bukti empiris.
Penyalahgunaan
NAPZA dalam perspektif psikodinamika sangat dipengaruhi oleh kondisi individu
pada awal masa kehidupannya (0 – 5 ), sehingga intervensi pada masa kehidupan
remaja menjadi tidak berarti. Selain itu dalam perspektif psikodinamika juga dinyatakan
bahwa penyalahgunaan NAPZA merupakan representasi konflik ketidaksadaran pada
masa kanak-kanak. Dengan demikian pada masa remaja seolah-olah problema
penyalahgunaan NAPZA adalah suatu masalah yang tidak dapat dikendalikan oleh
remaja itu sendiri.
4. Perspektif Sosiokultural
Perspektif
sosiokultural masalah penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dihubungkan
dengan faktor-faktor budaya dan agama. Nevid, dkk (1997) menjelaskan bahwa
menurut pandangan sosiokultural, tingkat penyalahgunaan NAPZA sangat erat
kaitannya dengan norma-norma sosial dan budaya yang mengatur perilaku individu.
Kebiasaan minum alkohol ditentukan oleh dimana dan dengan siapa individu
tinggal. Individu yang tinggal di lingkungan budaya yang permisif terhadap
penggunaan alkohol maka kecenderungan individu untuk menggunakan alkohol juga
tinggi.
Tingkat
penyalahgunaan NAPZA sangat beragam pada berbagai budaya. Sebagai contoh
berdasarkan hasil survei diketahui bahwa penggunaan alkohol lebih banyak pada
masyarakat Jerman daripada Amerika (Nevid, dkk, 1997). Hal ini nampaknya
dipengaruhi oleh tradisi budaya di Jerman yang secara normatif dapat menerima
konsumsi alkohol khususnya jenis bir.
5. Perspektif Belajar
Perspektif
teori bejalar dinyatakan bahwa perilaku yang berhubungan dengan penyalahgunaan
NAPZA adalah perilaku yang dipelajari. Problem penyalahgunaan NAPZA tidak
dipandang sebagai simptom dari penyakit, tetapi lebih dilihat sebagai masalah
kebiasaan (Nevid, dkk, 1997). Teori ini lebih menekankan peran belajar dan
pemeliharaan perilaku bermasalah yaitu penyalahgunaan NAPZA.
Teori
kondisioning operan menjelaskan bahwa pemakaian NAPZA menjadi kebiasaan
disebabkan karena kenikmatan atau penguatan positif yang dihasilkan oleh NAPZA.
Individu dapat berkenalan dengan pengunaan NAPZA karena pengaruh sosial atau
melalui observasi sosial. Individu belajar melalui pengamatan sosial bahwa
NAPZA dapat menimbulkan euphoria (rasa senang), mengurangi kecemasan dan ketegangan
serta menghilangkan hambatan perilaku. Individu dapat menjadi tergantung secara
fisiologis pada NAPZA dan memelihara kebiasaan tersebut karena beranggapan jika
ia menghentikan penggunaan NAPZA maka akan muncul kondisi yang tidak
mengenakan.
Teori belajar
sosial menekankan pentingnya peran model (role model). Individu yang tinggal
dalam keluarga alkoholik mengalami peningkatan resiko alkoholisme karena ia
belajar secara terus menerus dengan mengamati perilaku orang tuanya atau
saudaranya yang juga alkoholik. Demikian pula individu yang tinggal bersama
kelompok sosial dengan pemimpin yang alkoholik maka tingkat resiko menjadi
alkoholikpun menjadi bertambah karena ia belajar dari pemimpinannya dan
cenderung mengikuti pemimpinnya untuk juga menggunakan alkohol (nevid, dkk,
1997).
- Perspektif Kognitif
Perspektif
kognitif, penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dikaitkan dengan peran
sejumlah faktor yang melibatkan faktor-faktor kognitif seperti harapan dan
keyakinannya tentang NAPZA, proses pengambilan keputusan dan kesadaran diri
(Nevid, dkk, 1997). Harapan dan keyakinan tentang NAPZA sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
individu tentang masalah NAPZA, misalnya dapat menimbulkan kerusakan syaraf,
prestasi belajar buruk bahkan kematian maka ia cenderung memiliki harapan dan
keyakinan negatif. Sebaliknya individu yang banyak mendapatkan pengetahuan
tentang efek positif NAPZA, misalnya NAPZA dapat mengurangi kecemasan dan
ketegangan, menimbulkan rasa percaya diri maka ia cenderung memiliki harapan
dan keyakinan yang positif. Harapan dan keyakinan tentang efek NAPZA sangat
mempengaruhi keputusan individu untuk menggunakan NAPZA atau tidak. Individu
yang memiliki haraapan dan keyakinan positif terhadap efek NAPZA, maka
kecenderungan untuk menggunakan NAPZA lebih besar. Sebaliknya individu yang
memiliki harapan dan keyakinan negatif terhadap efek NAPZA maka kecenderungan
untuk menggunakan NAPZA menjadi lebih kecil.
2.2. Pengertian Napza
Narkoba
atau NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/psikologi
seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
1.
Narkotika
Menurut
UU RI No 22/1997, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
terdiri dari 3 golongan:
a.
Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
b.
Golongan
II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh
: Morfin, Petidin.
c.
Golongan
III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2. Psikotropika
Menurut UU RI No 5/1997, Psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan:
a.
Golongan
I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b.
Golongan
II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
c.
Golongan
III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
d.
Golongan
IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM
).
3.
Zat Adiktif Lainnya
Yang
termasuk Zat Adiktif lainnya adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi:
(1)
Minuman
Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan
saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari
dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau
Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minuman beralkohol :
a.
Golongan
A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b.
Golongan
B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c.
Golongan
C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker ).
(2)
Inhalasi
( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa senyawa
organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan
sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin.
(3)
Tembakau
: pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Dalam
upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama
pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan
alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
2.3. Faktor Penyebab Masalah
Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakain
obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa
mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai
dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba
secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau
kecanduan.
Penyalahgunaan
narkoba juga berpengaruh pada tubuh dan mental-emosional para pemakaianya. Jika
semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka akan merusak
kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Pengaruh narkoba
pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena menghambat perkembangan
kepribadianya. Narkoba dapat merusak potensi diri, sebab dianggap sebagai cara
yang “wajar” bagi seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan
hidup sehari-hari.
Penyalahgunaan
narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan harus
menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang
menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam
mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan
dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba.
Terdapat 3
faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam
penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor
lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
1.
Faktor Diri
a.
Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau
brfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.
b.
Keinginan untuk mencoba-coba kerena penasaran.
c.
Keinginan untuk bersenang-senang.
d.
Keinginan untuk dapat diterima dalam satu kelompok
(komunitas) atau lingkungan tertentu.
e.
Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant
(perangsang).
f.
Lari dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup.
g.
Mengalami kelelahan dan menurunya semangat belajar.
h.
Menderita kecemasan dan kegetiran.
i.
Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan
gerbang ke arah penyalahgunaan narkoba.
j.
Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup
sepuas-puasnya.
k.
Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan
menggunakan obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.
l.
Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak
disayangi, dalam lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan.
m.
Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
n.
Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan
narkoba.
o.
Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak
akan menimbulkan masalah.
p.
Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari
lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan narkoba.
q.
Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.
2.
Faktor Lingkungan
a.
Keluarga bermasalah atau broken home.
b.
Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau
penyalahguna atau bahkan pengedar gelap nrkoba.
c.
Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau
beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap
narkoba.
d.
Sering berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karaoke, dll.).
e.
Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
f.
Lingkungan keluarga yang kurang / tidak harmonis.
g.
Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang,
komunikasi, keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
h.
Orang tua yang otoriter,.
i.
Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa
pengawasan.
j.
Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar
rumah.
k.
Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
l.
Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal
secara pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan
sosial dari masyarakat,kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang
buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas.
m.
Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.
3.
Faktor Ketersediaan Narkoba.
Narkoba itu sendiri menjadi faktor pendorong bagi
seseorang untuk memakai narkoba karena :
a.
Narkoba semakin mudah didapat dan dibeli.
b.
Harga narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya beli
masyarakat.
c.
Narkoba semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan
bentuk kemasan.
d.
Modus Operandi Tindak pidana narkoba makin sulit diungkap
aparat hukum.
e.
Masih banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
f.
Sulit terungkapnya kejahatan computer dan pencucian uang yang
bisa membantu bisnis perdagangan gelap narkoba
g.
Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi
pembuatan narkoba.
h.
Bisnis narkoba menjanjikan keuntugan yang besar.
i.
Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yagn kuat dan
professional. Bahan dasar narkoba (prekursor) beredar bebas di masyarakat.
2.4. Kedalaman Masalah
Dunia remaja sangat rentan oleh pergaulan bebas.
Karena terlalu bebasnya, seringkali kegiatan mereka sehari-hari tidak
terkontrol oleh pihak sekolah. Jika hal tersebut berlanjut bukan tidak mungkin
akan banyak hal negative yang akan menimpa mereka. Salah satunya adalah
terjerumusnya mereka dalam dunia penyalahgunaan narkoba.
Di kota-kota besar di Indonesia, penyebaran-penyebaran
narkoba pada kalangan remaja sudah tidak terkendali lagi. Bandar-bandar narkoba
bahkan sudah berani masuk ke lingkungan sekolah. Jelas saja hal tersebut
membuat banyak orang tua merasa khawatir atas perkembangan dan pertumbuhan
anaknya diluar sana. Mungkin saja di rumah mereka terlihat biasa-biasa saja.
Akan tetapi, bagaimana prilaku mereka diluar sana.
Remaja sebenarnya tahu kalau narkoba itu sangat
berbahaya bagi mereka. Namun, tetap saja ada beberapa diantara mereka yang
menggunakannya. Tentu kenyataan tersebut sangat mengkhawatirkan Karena remaja
adalah generasi penerus bangsa.bagaimana nasib bangsa di masa mendatang jika
banyak generasi penerusnya terlibat penyalahgunaan narkoba.
Penulis yang juga sebagai pelajar setuju, mulai saat
ini mempunyai keinginan yang kuat untuk memberantas narkoba yang ada di kota
ini. Oleh karena itu, untuk membuktikannya penulis akan menyelidiki dan
menjelaskannya dalam laporan ilmiah ini.
Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan
penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh lembaga formal pemerintah (Dep. Kes,
Imigrasi, Bea dan Culai, Polri, BNN, BNP, dan lain-lain) maupun oleh lembaga swadaya
masyarakat lainnya masih belum optimal, kurang terpadu dan cenderung bertindak
sendiri-sendiri secara sektoral. Oleh sebab itu masalah penyalahgunaan Narkoba
ini tidak tertangani secara maksimal, sehingga kasus penyalagunaan Narkoba
makin hari bukannya makin menurun tapi cenderung semakin meningkat baik secara
kualitas maupun kuantitas.Disisi lain, belum ada upaya pembinaan khusus
terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna
itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai
mengkonsumsi atau menyalah-gunakan Narkoba. Menurut data dari Ditjen
Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM bahwa pada tahun 2002 dari semua
Lembaga Pemasya-rakatan/Rumah Tahanan Negara yang ada di Indonesia saat ini 40 %
penghuninya adalah Narapidana/Tahanan Narkoba. Tentunya para “ korban ini ”
belum tentu memiliki sifat/kepribadian jahat seperti pelajar SD/SMP, santri
atau anak dari keluarga baik-baik, namun secara kebetulan terpengaruh untuk
melakukan penyalah-gunaan Narkoba dan harus menjalani hukuman bersama dengan
penjahat lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain, maka setelah menjalani
hukuman pidana, mereka bukannya tambah baik tetapi justru dapat menjadi
penjahat yang lebih besar lagi.
Sampai sekarangpun peran serta masyarakat dirasakan
masih sangat kurang, mereka masih berpandangan bahwa pemberantasan
penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan
demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam
upaya pre-emtif, preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.
2.5. Dampak Masalah
1.
Dampak terhadap
pribadi/individu pemakai
a.
Terjadi gangguan fisik dan penyakit yang diakibatkan langsung
dari efek samping Narkoba seperti kerusakan dan kegagalan fungsi organ-organ
vital, seperti merusak ginjal, liver, otak (susunan saraf), jantung, kulit dan
lain-lain.
b.
Selain itu dapat secara tidak langsung menyebabkan penyakit
lain yang lebih serius diakibatkan perilaku menyimpang karena penga-ruh
Narkoba, seperti tertular HIV/AIDS, Hepatitis C, penyakit kulit dan kelamin,
dan lain-lain.
c.
Terjadi gangguan kepribadian dan psikologis secara drastis
seperti berubah menjadi pemurung, pemarah, pemalas dan menjadi masa bodoh.
d.
Dapat menyebabkan kematian yang disebabkan karena over dosis
atau kecelakaan karena penurunan tingkat kesadaran.
e.
Rusaknya masa depan khususnya bagi generasi muda.
f.
Memungkinkan seseorang ikut dalam bidang prostitusi untuk
mendapat uang dalam memenuhi kebutuhan narkoba yang membutuhkan uang yang
banyak.
2.
Dampak terhadap keluarga
a.
Mencuri uang atau menjual barang-barang di rumah guna
dibelikan Narkoba.
b.
Perilaku di luar dapat mencemarkan nama baik keluarga.
Keluarga menjadi tertekan karena salah satu anggota keluarganya menjadi target
operasi polisi dan menjadi musuh masyarakat.
c.
Ada kemungkinan keluarga menolak dan tidak menerima anggota
keluarga yang sudah terkena narkoba lagi dalam keluaga.
3.
Dampak terhadap
masyarakat/lingkungan social
a.
Masyarakat cenderung akan mengucilkan dan menjauhi orang yang
sudah terjerumus dalam dunia napza.
b.
Tidak bergaul dengan mereka yang terkena napza.
c.
Masyarakat cenderung memberi merek atau cap buruk terhadap
orang tersebut.
d.
Tidak mengikutsertakan orang yang sudah terkena napza dalam
aktivitas masyarakat setempat.
2.6. Upaya Pencegahan Masalah Penyalahgunaan Napza
Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia
saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta
belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari pembangunan secara umum dan
dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya maupun keamanan.
1.
Faktor internal.
a.
Kebijakan pimpinan Polri untuk membentuk Direktorat
Narkoba pada tingkat Markas Besar maupun tingkat Polda telah membuat
penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia khususnya menjadi lebih
fokus dan terarah, se-hingga diharapkan memperoleh hasil yang optimal.
b.
Telah adanya organ dalam struktur organisasi Polri yang
secara tegas mengatur tugas pokok dan tugas-tugas dalam pemberantasan
penyalahgunaan Narkoba baik secara pre-emtif, preventif, represif, kuratif dan
rehabilitatif. Tugas pre-emtif dan preventif lebih diperankan oleh fungsi
Intelijen, Binamitra, Samapta dan Dokkes, tugas represif lebih dipe-rankan oleh
fungsi Reserse dan tugas kuratif dan rehabi-litatif lebih diperankan oleh
fungsi Dokkes.
c.
Secara umum kuantitas personil Polri yang ada saat ini
merupakan kekuatan yang bisa diberdayakan dalam pembe-rantasan penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia.
d.
Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja.
e.
Dalam upaya mencegah atau penanggulangan masalah
penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dan
beberapa cara, adapun hal tersebut adalah:
1)
Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama dan
keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Bukan hanya itu, bahkan anak
yang masih dalam kandungan Sang Ibupun usaha mendidik anak tersebut sudah harus
dilaksanakan yaitu dengan jalan kedua orangtuanya selalu berakhlak dan berbudi
baik, menyempurnakan ibadah, memperbanyak bersedekah, membaca Al Qur’an,
berpuasa, dan berdoa kepada Allah dengan tulus agar anak yang akan lahir nanti
dalam bentuk fisik yang sempurna dan merupakan anak yang berjiwa shaleh.
2)
Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga
sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang.
Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya
adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home). Dan unit terkecil
dari masyarakat adalah rumah tangga. Di sinilah tempat pertama bagi anak-anak
memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai sejak anak dilahirkan. Maka dengan
demikian orang tua sangat berperan pertama kali dalam mendidik, mengajar,
membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya.
2.
Faktor eksternal.
a.
Adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psiko-tropika
dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika serta Keppres RI No. 17
Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, merupakan payung hukum yang
mengatur penanggulangan penyalahgunaan Narkoba, sehing-ga tidak membuat aparat
penegak hukum menjadi ragu-ragu dalam menjalankan penegakan hukum khususnya
yang berkaitan dengan penyalahgunaan Narkoba.
b.
Dukungan masyarakat dan pemerintah terhadap Polri khususnya
dalam memberantas masalah penyalahgunaan Narkoba.
c.
Hubungan yang harmonis yang telah terjalin antara instansi
terkait, akan memudahkan dalam melakukan koordinasi, sehingga proses
penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistik dapat berhasil secara
optimal.
d.
Terbentuk beberapa LSM yang peduli terhadap permasa-lahan
Narkoba seperti GRANAT, GANAS dan GERAM, yang perwakilan atau cabangnya
tersebar hampir di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dijadikan mitra Polri dalam
melaku-kan upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba melalui kegiatan yang bersifat
pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Selain itu, upaya
yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini melalui
pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi
tiga kegiatan utama yaitu:
1.
Supply control Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan
lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif dan
represif guna menekan atau meniadakan ketersediaan Narkoba di pasaran atau di
lingkungan masyarakat. Intervensi yang dilakukan mulai dari
cultivasi/penanaman, pabrikasi/pemrosesan dan distribusi/ peredaran Narkoba
tersebut.
2.
Demand reduction Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi
dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif guna meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga
memiliki daya tangkal dan tidak tergoda untuk melakukan penya-lahgunaan Narkoba
baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya.
3.
Harm reduction Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan
lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat preventif, kuratif dan
rehabilitatif dengan intervensi kepada korban/pengguna yang sudah
ketergan-tungan agar tidak semakin parah/membahayakan bagi dirinya dan mencegah
agar tidak terjadi dampak negatif terhadap masyarakat di lingkungannya akibat
penggunaan Narkoba tersebut.
2.7. Analisis Masalah
Dari uraian diatas jelas bahwa penyalahgunaan narkoba
sangatlah berbahaya dan harus di hindari. Dampak dari penggunaan yang tidak
legal bukan saja akan berpengaruh pada diri individu yang bersangkutan
melainkan pula kepada keluarga, masyarakat sekitar, dan terlebih bagi masa
depan. Undang-Undang juga membenarkan dan mermberi izin penggunaannya kepada
dua hal, yakni keperluan medis atau rumah sakit dan keperluan penelitian atau
ilmu pengetahuan. Pada prinsipnya Narkoba tersebut tidak dilarang jika
digunakan sebagaimana mestinya untuk dua keperluan tersebut. Namun demikian,
kepemilikannya juga harus ada izin tertentu dan pemerintah. Yang dilarang
adalah peredaran gelap dan penyalahgunaannya. Sebagaimana yang kita ketahui
Narkoba banyak ditransaksikan secara sembunyi-sembunyi bahkan terkadang sudah
terang-terangan di dalam lingkungan masyarakat untuk dikonsumsi dengan
mengambil efeknya berupa kesenangan, padahal kita ketahui dampak negatifnya
sangat berbahaya yang dapat saja menimbulkan komplikasi berbagai macam penyakit
hingga kematian.
Jika ditinjau dari sudut pandang kaum muda, yang
paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum
mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang
diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua
dan guru.
Karakteristik psikogis yang khas pada
remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan zat.
Namun demikian,
untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan
penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut
memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk
menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat
dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi
psikologis remaja. Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang
sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan
keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang
jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jatidirinya.
Dalam perundang-undangan sudah dijelaskan mengenai
penyalahgunaan narkotika yang mana tentang Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1997 . Dalam Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba dapat
dilakukan melalui Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang
mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih
baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga,
bimbingan dan penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat,
pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak
keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
Dalam Upaya penanggulangan bahaya Narkoba tidak
semata-mata tugas Pemerintah (Kepolisian), tetapi merupakan tugas dan tanggung
jawab kita bersama. Untuk itu harus ada upaya terpadu (integrated) dari semua
pihak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, ulama, LSM dan Pemerintah untuk
bersatu padu mencegah dan memberantas bahaya Narkoba. Masing-masing dapat
berperan sesuai bidangnya masing-masing, proporsional dan tidak melanggar
rambu-rambu hukum. Mari kita perangi narkoba, selamatkan saudara-saudara kita
dan menyelamatkan generasi muda.
Perlunya peningkatan kualitas penyidik
Polri khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan
penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna
lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan
jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia,
maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan sarana/peralatan deteksi
Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector canggih, dog detector (dengan
anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga dapat menggagalkan masuknya
Narkoba ke Indonesia.
Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat
khusus Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk
direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan
narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka
tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah
mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup
produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
Guna meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif,
perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada
pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk
tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan
sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan
bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut
tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan
menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa
depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti
pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka
untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam
kehidupan berma-syarakat.
Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di
Indonesia saat ini belum benar-benar terpadu dan terlihat setiap instansi atau
kelompok masyarakat bekerja sendiri-sendiri sehingga hasil yang diperoleh belum
optimal. Sebenarnya banyak instansi selain Polri yang memiliki tugas
memberantas penyalahgunaan Narkoba. Belum ada upaya pembinaan khusus terhadap
pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu
adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai
mengkonsumsi atau menyalahgunakan Narkoba.
Peran serta masyarakat sangat rendah karena mereka
masih berpan-dangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan
tanggung jawab polisi. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang
berpartisipasi aktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba. Ada
beberapa LSM yang peduli dalam penyalahgunan Narkoba seperti GRANAT, GERAM,
GANAS dan lain-lain. Namun sayangnya kegiatan mereka masih cenderung belum
konsisten dan belum berkesinambungan. Mereka lebih banyak untuk menyoroti dan
mencari kelemahan dan kesalahan yang dilakukan oleh penyidik/aparat penegak
hukum dari pada melakukan kemitraan, dengan kata lain kadar kemitraannya dengan
aparat penegak hukum masih meragukan.
Sedangkan di lingkungan internal Polri sendiri,
kegiatan antar fungsi masih belum terpadu dan belum terencana secara baik. Yang
terkesan hanya kegiatan represif saja oleh fungsi Reserse. Fungsi Binamitra,
Intelijen dan Samapta kurang proaktif dalam melakukan upaya pre-emtif dan
preventif, sebagai contoh bahwa penyuluhan atau komunikasi, informasi dan
edukasi kepada masyarakat lebih banyak menunggu jika ada permintaan dari pihak
lain (kelompok masyarakat).
Fungsi Dokkes belum berperan secara
maksimal dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, yaitu membantu korban atau
pengguna untuk keluar dari ketergantungan terhadap Narkoba untuk dapat hidup
produktif kembali dalam masyarakat. Saat ini peran Dokkes baru pada tingkat memberikan ”back
up” kepada fungsi operasional, seperti pemberian informasi kepada fungsi
Reserse dalam menentukan tanda-tanda ketergantungan/ sebagai pengguna atau
dalam pembuatan Visum/BAP test urine tersang-ka dan kepada fungsi Binamitra
dalam memberikan materi penyuluhan terhadap masyarakat.
Dengan dibentuknya BKNN (Badan Koordinasi Narkotika
Nasional) yang kemudian diubah menjadi BNN (tahun 2002), yang lebih bersifat
operasional, maka terlihat jelas bahwa penanganan kasus penyalagunaan Narkoba
menjadi lebih terkoordinasi, lebih banyak kasus terungkap dan juga lebih banyak
barang bukti dapat disita. Dan yang lebih penting lagi adalah akan lebih banyak lagi
generasi muda terselamatkan dari bahaya Narkoba.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
- Masalah
penyalahgunaan narkoba atau napza khususnya pada remaja adalah ancaman
yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada
umunya.
- Pengaruh narkoba
sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya maupun dampak social
yang ditimbulkannya.
- Masalah pencegahan
penyalahgunaan narkoba bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja,
melankan menjadi tugas bersama.
- Peran orang tua dalam
keluarga dan jugaperan pendidikan sekolah sangatlah besar bagi pencegahan
penagulangan narkoba.
- Perlunya peningkatan
pengetahuan bahaya narkoba bagi para remaja.
- Penanganan dini bagi
para penggunaan narkoba sangatlah penting.
- Perlunya peningkatan
fasilitas tempat rehabilitasi bagi paraa penggunaan narkoba.
- Trend
perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dalam lima
tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti baik. Peningkatan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai
dampak dari kemajuan pembangunan secara umum dan dinamika politik,
ekonomi, sosial-budaya dan keamanan.
- Upaya penanggulangan
penyalahgunaan Narkoba melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara
garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu Supply
control, Demand reduction dan Harm reduction.
- Penanggulangan
penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu
dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang
diharapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://akirawijaya.blogspot.com/ [18 Maret 2014]
http://wild76.wordpress.com/page/2/
[18 Maret 2012]
http://dimaslova.wordpress.com/2008/12/01/upaya-penanggulangan-penyalahgunaan-narkoba/
[18 Maret 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar