Sabtu, 04 Oktober 2014

Penyalahgunaan NAPZA

1.1.Latar Belakang
Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat
, bahkan kasus-kasus yang terungkap oleh jajaran Kepolisian RI hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Peningkatan ini antara lain terjadi karena pengaruh kemajuan teknologi, globalisasi dan derasnya arus informasi. Dan yang tidak kalah pentingnya karena keterbatasan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam melakukan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba.
Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya maupun keamanan.
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara komprehensif adalah melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu Supply control, Demand reduction dan Harm reduction. Yang dilakukan secara terpadu antar instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat lainnya, menyeluruh mulai dari upaya pre-emtif, preventif, represif, kuratif dan rehabilitatif serta secara berkesinambungan.

1.2.Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang diatas dapat ditarik beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan terkait topik makalah ini yang membahas tentang penyalahgunaan napza, yaitu :
1.      Apa pengertian penyalahgunaan napza dan apa saja yang termasuk golongan napza ?
2.      Sejauh mana pihak pemerintah ataupun penegak hukum dalam mengungkap atau menanggulangi kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang mana sudah ada dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya ?
3.      Bagaimana perlindungan hukum atau penanggulangan penyalahgunaan yang dilakukan ?
4.      Bagaimana melakukan penanggulangan penyalahgunaan narkoba serta dampak yang ditimbulkan dari perilaku tersebut ?
5.      Apa saja upaya yang dilakukan terkait pendekatan penanggulangan penyalahgunaan narkoba secara komprehensif ?

1.3.Tujuan
Memberikan gambaran umum terkait penyalahgunaan napza dan berbagai hal yang termasuk dalam kategori napza serta dampak, akibat, dan upaya yang dilakukan dalam memberantas dan menanggulangi pihak yang terkait.

1.4.Manfaat
Melalui makalah ini kiranya mampu memberikan gambaran pengetahuan kepada masyrakat terkait penyalahgunaan napza khususnya di tanah air. Bagaimana dampak negatif yang akan kita terima jika terjerumus dalam dunia napza dan masa depan yang suram terlebih bagi generasi muda. Dan langkah-langkah pemulihan bagi setiap orang yang sudah terlanjur terseret dalam dunia napza.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Tinjauan Teori
Berikut ini akan diuraikan tentang pandangan-pandangan masing-masing perspektif teoritis berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA.
1.      Perspektif Pedisposisi Genetis
Perspektif predisposisi genetis mendasarkan pada argumen bahwa para penyalahguna NAPZA memimiliki predisposisi genetis untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Penelitian-penelitian terhadap anak kembar, penelitian dengan melibatkan saudara kandung serta penelitian pada anak-anak yang diadopsi dilakukan untuk memeriksa perbedaan pengaruh genetis pada penyalahguna NAPZA ( Adityanjee dan Murray dalam Heaven, 1996).
Suatu review terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960-an sampai dengan tahun 1987 menyimpulkan bahwa indeks untuk alkoholisme pada anak-anak kembar identik (monozigotik) jauh lebih tinggi dari pada anak-anak kembar fratenal (digizotik). Anak-anak kembar identik yang diketahui menjadi penyalahguna NAPZA menunjukkan bahwa saudara kandung kembarnyapun juga penyalahguna NAPZA (Brook, dkk, 1996).
Beberapa penelitian yang mendasarkan pada perspektif predisposisi genetis antara lain dilakukan oleh Blumm, dkk (1996). Penelitian dilakukan pada 40 orang pasien rawat jaga klinik psikiatri untuk mengetahui pengaruh gen terhadap perilaku penyalahgunaan NAPZA. Hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan penyalahgunaan NAPZA berhubungan secara signifikan dengan adanya klasifikasi gen allelic A.1. hal ini menunjukkan bahwa adanya gen alel Taq 1.A1 dari gen reseptor dopamine (DRD2) menyebabkan peningkatan resiko perilaku penyalahgunaan dan ketagihan NAPZA. Penelitian yang dilakukan oleh Chasin, dkk (1996) menyelidiki pengaruh orang tua yang alkoholik terhadap penyalahgunaan NAPZA pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan ayah alkoholik lebih cenderung menjadi penyalahguna NAPZA dari pada remaja yang ayahnya bukan alkoholik.
Analisis yang dapat dilakukan berkaitan dengan temuan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan adalah bahwa menurut Sarason dan Sarason (19993), alkohol dan zat psikoaktif mempengaruhi setiap sistem di dalam tubuh manusia, terutama pada sistem syaraf pusat yang dapat mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku manusia. Pengaruh alkohol dan zat psikoaktif mempengaruhi seluruh proses kimiawi dan elektris pada berjuta-juta sel syaraf secara cepat. Sejumlah sistem ini dapat dipengaruhi secara predisposisi yang diwariskan terhadap alkoholism. Alkohol dapat mempengaruhi sejumlah proses yang terlibat dalam fungsi sel syaraf, dan jika di sana terdapat variasi yang diwariskan dalam proses tersebut, hal tersebut dapat menghasilkan kerentanan baik sebagai kerentanan neurokimiawi maupun resistensi pada alkohol. Individu yang memiliki predisposisi terhadap alkohol memiliki membran sel-sel syaraf yang lebih sensitif terhadap efek perubahan permeabilitas (permaebility-altering) terhadap alkohol, yaitu mempengaruhi gerakan ion-ion sodium dan potasium dan perambatan impuls-impuls syaraf.
Berdasarkan uraian tentang perspektif predisposisi genetis beserta hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan dapat dinayatakan bahwa faktor genetis yang diwariskan dapat mempengaruhi timbulnya penyalahgunaan NAPZA, namun pengaruh faktor genetis ini tidak selalu manifes dalam perilaku penyalahgunaan NAPZA. Menurut Rosenthal (1990) semua perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor genetis akan mempengaruhi DNA ( Deoxyribose Nucleic Acid) gen-gen otak dalam mengkode protein yang penting dalam perkembangan, pemeliharaan dan regulasi sirkuit-sirkuit syaraf, sementara faktor lingkungan banyak berperan dalam manifestasi ekspresi gen baik berupa kondisi fisik, psikis dan perilaku individu (behavior).
2.      Perspektif Prediktor Psikososial
Perspektif prediktor psikososial mendasarkan pada argumen bahwa ada sejumlah faktor psikososial yang berpengaruh dalam penyalahgunaan NAPZA; faktor tersebut adalah penyalahgunaan NAPZA oleh teman sebaya dan orang tua, orang tua yang sosiopat, harga diri rendah, stres dan hambatan konformitas sosial ( Gren dalam Heaven, 1996). Berikut ini akan digambarkan beberapa penelitian terhadap penyalahgunaan NAPZA pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Oetting dan Beauvais (1987) terhadap 415 remaja dari komunitas midsize western menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor sosial yang berpengaruh secara langsung terhadap keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan NAPZA adalah kelompok teman sebaya yang kecil, dan kelompok teman sebaya yang kohesif yang membentuk sejumlah perilaku termasuk dalam penyalahgunaan NAPZA. Sementara faktor-faktor sosialisasi yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan NAPZA adalah identifikasi religiusitas, dan penyesuaian diri di sekolah.
3.      Perspektif Psikodinamika
Perspektif psikodinamika, individu yang mengalami masalah penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, khususnya pada alkohol mencerminkan adanya kepribadian ketergantungan oral. Individu tersebut mengalami fiksasi fase oral dalam perkembangan psikoseksualnya. Individu yang minum alkohol terlalu banyak (alkoholik) pada masa dewasa merupakan simbolisasi usaha untuk mencapai kepuasan oral. Dengan kata lain dinyatakan bahwa alkoholisme merupakan representasi fiksasi oral disebabkan oleh konflik ketidaksadaran pada masa kank-kanak. Namun menurut Nevid, dkk (1997) perspektif psikodinamika ini tidak banyak didukung oleh hasil-hasil penelitian atau bukti-bukti empiris.
Penyalahgunaan NAPZA dalam perspektif psikodinamika sangat dipengaruhi oleh kondisi individu pada awal masa kehidupannya (0 – 5 ), sehingga intervensi pada masa kehidupan remaja menjadi tidak berarti. Selain itu dalam perspektif psikodinamika juga dinyatakan bahwa penyalahgunaan NAPZA merupakan representasi konflik ketidaksadaran pada masa kanak-kanak. Dengan demikian pada masa remaja seolah-olah problema penyalahgunaan NAPZA adalah suatu masalah yang tidak dapat dikendalikan oleh remaja itu sendiri.
4.      Perspektif Sosiokultural
Perspektif sosiokultural masalah penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dihubungkan dengan faktor-faktor budaya dan agama. Nevid, dkk (1997) menjelaskan bahwa menurut pandangan sosiokultural, tingkat penyalahgunaan NAPZA sangat erat kaitannya dengan norma-norma sosial dan budaya yang mengatur perilaku individu. Kebiasaan minum alkohol ditentukan oleh dimana dan dengan siapa individu tinggal. Individu yang tinggal di lingkungan budaya yang permisif terhadap penggunaan alkohol maka kecenderungan individu untuk menggunakan alkohol juga tinggi.
Tingkat penyalahgunaan NAPZA sangat beragam pada berbagai budaya. Sebagai contoh berdasarkan hasil survei diketahui bahwa penggunaan alkohol lebih banyak pada masyarakat Jerman daripada Amerika (Nevid, dkk, 1997). Hal ini nampaknya dipengaruhi oleh tradisi budaya di Jerman yang secara normatif dapat menerima konsumsi alkohol khususnya jenis bir.
5.      Perspektif Belajar
Perspektif teori bejalar dinyatakan bahwa perilaku yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA adalah perilaku yang dipelajari. Problem penyalahgunaan NAPZA tidak dipandang sebagai simptom dari penyakit, tetapi lebih dilihat sebagai masalah kebiasaan (Nevid, dkk, 1997). Teori ini lebih menekankan peran belajar dan pemeliharaan perilaku bermasalah yaitu penyalahgunaan NAPZA.
Teori kondisioning operan menjelaskan bahwa pemakaian NAPZA menjadi kebiasaan disebabkan karena kenikmatan atau penguatan positif yang dihasilkan oleh NAPZA. Individu dapat berkenalan dengan pengunaan NAPZA karena pengaruh sosial atau melalui observasi sosial. Individu belajar melalui pengamatan sosial bahwa NAPZA dapat menimbulkan euphoria (rasa senang), mengurangi kecemasan dan ketegangan serta menghilangkan hambatan perilaku. Individu dapat menjadi tergantung secara fisiologis pada NAPZA dan memelihara kebiasaan tersebut karena beranggapan jika ia menghentikan penggunaan NAPZA maka akan muncul kondisi yang tidak mengenakan.
Teori belajar sosial menekankan pentingnya peran model (role model). Individu yang tinggal dalam keluarga alkoholik mengalami peningkatan resiko alkoholisme karena ia belajar secara terus menerus dengan mengamati perilaku orang tuanya atau saudaranya yang juga alkoholik. Demikian pula individu yang tinggal bersama kelompok sosial dengan pemimpin yang alkoholik maka tingkat resiko menjadi alkoholikpun menjadi bertambah karena ia belajar dari pemimpinannya dan cenderung mengikuti pemimpinnya untuk juga menggunakan alkohol (nevid, dkk, 1997).
  1. Perspektif Kognitif
Perspektif kognitif, penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dikaitkan dengan peran sejumlah faktor yang melibatkan faktor-faktor kognitif seperti harapan dan keyakinannya tentang NAPZA, proses pengambilan keputusan dan kesadaran diri (Nevid, dkk, 1997). Harapan dan keyakinan tentang NAPZA sangat dipengaruhi oleh pengetahuan individu tentang masalah NAPZA, misalnya dapat menimbulkan kerusakan syaraf, prestasi belajar buruk bahkan kematian maka ia cenderung memiliki harapan dan keyakinan negatif. Sebaliknya individu yang banyak mendapatkan pengetahuan tentang efek positif NAPZA, misalnya NAPZA dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan, menimbulkan rasa percaya diri maka ia cenderung memiliki harapan dan keyakinan yang positif. Harapan dan keyakinan tentang efek NAPZA sangat mempengaruhi keputusan individu untuk menggunakan NAPZA atau tidak. Individu yang memiliki haraapan dan keyakinan positif terhadap efek NAPZA, maka kecenderungan untuk menggunakan NAPZA lebih besar. Sebaliknya individu yang memiliki harapan dan keyakinan negatif terhadap efek NAPZA maka kecenderungan untuk menggunakan NAPZA menjadi lebih kecil.


2.2.  Pengertian Napza
Narkoba atau NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
1.         Narkotika
Menurut UU RI No 22/1997, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika terdiri dari 3 golongan:
a.       Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
b.      Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
c.       Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2.      Psikotropika
Menurut UU RI No 5/1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan:
a.       Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b.      Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
c.       Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
d.      Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).
3.         Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi:
(1)   Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol :
a.       Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b.      Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c.       Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker ).
(2)   Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
(3)   Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.

2.3.  Faktor Penyebab Masalah
Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakain obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan.
Penyalahgunaan narkoba juga berpengaruh pada tubuh dan mental-emosional para pemakaianya. Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka akan merusak kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Pengaruh narkoba pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena menghambat perkembangan kepribadianya. Narkoba dapat merusak potensi diri, sebab dianggap sebagai cara yang “wajar” bagi seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari.
Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba.
Terdapat 3 faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
1.         Faktor Diri
a.       Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau brfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.
b.      Keinginan untuk mencoba-coba kerena penasaran.
c.       Keinginan untuk bersenang-senang.
d.      Keinginan untuk dapat diterima dalam satu kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu.
e.       Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang).
f.       Lari dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup.
g.      Mengalami kelelahan dan menurunya semangat belajar.
h.      Menderita kecemasan dan kegetiran.
i.        Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke arah penyalahgunaan narkoba.
j.        Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya.
k.      Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan menggunakan obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.
l.        Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi, dalam lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan.
m.    Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
n.      Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkoba.
o.      Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak akan menimbulkan masalah.
p.      Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan narkoba.
q.      Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.
2.         Faktor Lingkungan
a.       Keluarga bermasalah atau broken home.
b.      Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau bahkan pengedar gelap nrkoba.
c.       Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba.
d.      Sering berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karaoke, dll.).
e.       Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
f.       Lingkungan keluarga yang kurang / tidak harmonis.
g.      Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
h.      Orang tua yang otoriter,.
i.        Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa pengawasan.
j.        Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah.
k.      Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
l.        Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat,kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas.
m.    Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.
3.         Faktor Ketersediaan Narkoba.
Narkoba itu sendiri menjadi faktor pendorong bagi seseorang untuk memakai narkoba karena :
a.       Narkoba semakin mudah didapat dan dibeli.
b.      Harga narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya beli masyarakat.
c.       Narkoba semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk kemasan.
d.      Modus Operandi Tindak pidana narkoba makin sulit diungkap aparat hukum.
e.       Masih banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
f.       Sulit terungkapnya kejahatan computer dan pencucian uang yang bisa membantu bisnis perdagangan gelap narkoba
g.      Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi pembuatan narkoba.
h.      Bisnis narkoba menjanjikan keuntugan yang besar.
i.        Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yagn kuat dan professional. Bahan dasar narkoba (prekursor) beredar bebas di masyarakat.

2.4.  Kedalaman Masalah
Dunia remaja sangat rentan oleh pergaulan bebas. Karena terlalu bebasnya, seringkali kegiatan mereka sehari-hari tidak terkontrol oleh pihak sekolah. Jika hal tersebut berlanjut bukan tidak mungkin akan banyak hal negative yang akan menimpa mereka. Salah satunya adalah terjerumusnya mereka dalam dunia penyalahgunaan narkoba.
Di kota-kota besar di Indonesia, penyebaran-penyebaran narkoba pada kalangan remaja sudah tidak terkendali lagi. Bandar-bandar narkoba bahkan sudah berani masuk ke lingkungan sekolah. Jelas saja hal tersebut membuat banyak orang tua merasa khawatir atas perkembangan dan pertumbuhan anaknya diluar sana. Mungkin saja di rumah mereka terlihat biasa-biasa saja. Akan tetapi, bagaimana prilaku mereka diluar sana.
Remaja sebenarnya tahu kalau narkoba itu sangat berbahaya bagi mereka. Namun, tetap saja ada beberapa diantara mereka yang menggunakannya. Tentu kenyataan tersebut sangat mengkhawatirkan Karena remaja adalah generasi penerus bangsa.bagaimana nasib bangsa di masa mendatang jika banyak generasi penerusnya terlibat penyalahgunaan narkoba.
Penulis yang juga sebagai pelajar setuju, mulai saat ini mempunyai keinginan yang kuat untuk memberantas narkoba yang ada di kota ini. Oleh karena itu, untuk membuktikannya penulis akan menyelidiki dan menjelaskannya dalam laporan ilmiah ini.
Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh lembaga formal pemerintah (Dep. Kes, Imigrasi, Bea dan Culai, Polri, BNN, BNP, dan lain-lain) maupun oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya masih belum optimal, kurang terpadu dan cenderung bertindak sendiri-sendiri secara sektoral. Oleh sebab itu masalah penyalahgunaan Narkoba ini tidak tertangani secara maksimal, sehingga kasus penyalagunaan Narkoba makin hari bukannya makin menurun tapi cenderung semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.Disisi lain, belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalah-gunakan Narkoba. Menurut data dari Ditjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM bahwa pada tahun 2002 dari semua Lembaga Pemasya-rakatan/Rumah Tahanan Negara yang ada di Indonesia saat ini 40 % penghuninya adalah Narapidana/Tahanan Narkoba. Tentunya para “ korban ini ” belum tentu memiliki sifat/kepribadian jahat seperti pelajar SD/SMP, santri atau anak dari keluarga baik-baik, namun secara kebetulan terpengaruh untuk melakukan penyalah-gunaan Narkoba dan harus menjalani hukuman bersama dengan penjahat lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain, maka setelah menjalani hukuman pidana, mereka bukannya tambah baik tetapi justru dapat menjadi penjahat yang lebih besar lagi.
Sampai sekarangpun peran serta masyarakat dirasakan masih sangat kurang, mereka masih berpandangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam upaya pre-emtif, preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.
2.5.  Dampak Masalah
1.      Dampak terhadap pribadi/individu pemakai
a.       Terjadi gangguan fisik dan penyakit yang diakibatkan langsung dari efek samping Narkoba seperti kerusakan dan kegagalan fungsi organ-organ vital, seperti merusak ginjal, liver, otak (susunan saraf), jantung, kulit dan lain-lain.
b.      Selain itu dapat secara tidak langsung menyebabkan penyakit lain yang lebih serius diakibatkan perilaku menyimpang karena penga-ruh Narkoba, seperti tertular HIV/AIDS, Hepatitis C, penyakit kulit dan kelamin, dan lain-lain.
c.       Terjadi gangguan kepribadian dan psikologis secara drastis seperti berubah menjadi pemurung, pemarah, pemalas dan menjadi masa bodoh.
d.      Dapat menyebabkan kematian yang disebabkan karena over dosis atau kecelakaan karena penurunan tingkat kesadaran.
e.       Rusaknya masa depan khususnya bagi generasi muda.
f.       Memungkinkan seseorang ikut dalam bidang prostitusi untuk mendapat uang dalam memenuhi kebutuhan narkoba yang membutuhkan uang yang banyak.
2.      Dampak terhadap keluarga
a.       Mencuri uang atau menjual barang-barang di rumah guna dibelikan Narkoba.
b.      Perilaku di luar dapat mencemarkan nama baik keluarga. Keluarga menjadi tertekan karena salah satu anggota keluarganya menjadi target operasi polisi dan menjadi musuh masyarakat.
c.       Ada kemungkinan keluarga menolak dan tidak menerima anggota keluarga yang sudah terkena narkoba lagi dalam keluaga.
3.      Dampak terhadap masyarakat/lingkungan social
a.       Masyarakat cenderung akan mengucilkan dan menjauhi orang yang sudah terjerumus dalam dunia napza.
b.      Tidak bergaul dengan mereka yang terkena napza.
c.       Masyarakat cenderung memberi merek atau cap buruk terhadap orang tersebut.
d.      Tidak mengikutsertakan orang yang sudah terkena napza dalam aktivitas masyarakat setempat.

2.6.  Upaya Pencegahan Masalah Penyalahgunaan Napza
Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya maupun keamanan.
1.         Faktor internal.
a.       Kebijakan pimpinan Polri untuk membentuk Direktorat Narkoba pada tingkat Markas Besar maupun tingkat Polda telah membuat penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia khususnya menjadi lebih fokus dan terarah, se-hingga diharapkan memperoleh hasil yang optimal.
b.      Telah adanya organ dalam struktur organisasi Polri yang secara tegas mengatur tugas pokok dan tugas-tugas dalam pemberantasan penyalahgunaan Narkoba baik secara pre-emtif, preventif, represif, kuratif dan rehabilitatif. Tugas pre-emtif dan preventif lebih diperankan oleh fungsi Intelijen, Binamitra, Samapta dan Dokkes, tugas represif lebih dipe-rankan oleh fungsi Reserse dan tugas kuratif dan rehabi-litatif lebih diperankan oleh fungsi Dokkes.
c.       Secara umum kuantitas personil Polri yang ada saat ini merupakan kekuatan yang bisa diberdayakan dalam pembe-rantasan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia.
d.      Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja.
e.       Dalam upaya mencegah atau penanggulangan masalah penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dan beberapa cara, adapun hal tersebut adalah:
1)      Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Bukan hanya itu, bahkan anak yang masih dalam kandungan Sang Ibupun usaha mendidik anak tersebut sudah harus dilaksanakan yaitu dengan jalan kedua orangtuanya selalu berakhlak dan berbudi baik, menyempurnakan ibadah, memperbanyak bersedekah, membaca Al Qur’an, berpuasa, dan berdoa kepada Allah dengan tulus agar anak yang akan lahir nanti dalam bentuk fisik yang sempurna dan merupakan anak yang berjiwa shaleh.
2)      Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home). Dan unit terkecil dari masyarakat adalah rumah tangga. Di sinilah tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai sejak anak dilahirkan. Maka dengan demikian orang tua sangat berperan pertama kali dalam mendidik, mengajar, membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya.
2.      Faktor eksternal.
a.       Adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psiko-tropika dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika serta Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, merupakan payung hukum yang mengatur penanggulangan penyalahgunaan Narkoba, sehing-ga tidak membuat aparat penegak hukum menjadi ragu-ragu dalam menjalankan penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan Narkoba.
b.      Dukungan masyarakat dan pemerintah terhadap Polri khususnya dalam memberantas masalah penyalahgunaan Narkoba.
c.       Hubungan yang harmonis yang telah terjalin antara instansi terkait, akan memudahkan dalam melakukan koordinasi, sehingga proses penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistik dapat berhasil secara optimal.
d.      Terbentuk beberapa LSM yang peduli terhadap permasa-lahan Narkoba seperti GRANAT, GANAS dan GERAM, yang perwakilan atau cabangnya tersebar hampir di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dijadikan mitra Polri dalam melaku-kan upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Selain itu, upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu:
1.      Supply control Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif dan represif guna menekan atau meniadakan ketersediaan Narkoba di pasaran atau di lingkungan masyarakat. Intervensi yang dilakukan mulai dari cultivasi/penanaman, pabrikasi/pemrosesan dan distribusi/ peredaran Narkoba tersebut.
2.      Demand reduction Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal dan tidak tergoda untuk melakukan penya-lahgunaan Narkoba baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya.
3.      Harm reduction Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan intervensi kepada korban/pengguna yang sudah ketergan-tungan agar tidak semakin parah/membahayakan bagi dirinya dan mencegah agar tidak terjadi dampak negatif terhadap masyarakat di lingkungannya akibat penggunaan Narkoba tersebut.

2.7.  Analisis Masalah
Dari uraian diatas jelas bahwa penyalahgunaan narkoba sangatlah berbahaya dan harus di hindari. Dampak dari penggunaan yang tidak legal bukan saja akan berpengaruh pada diri individu yang bersangkutan melainkan pula kepada keluarga, masyarakat sekitar, dan terlebih bagi masa depan. Undang-Undang juga membenarkan dan mermberi izin penggunaannya kepada dua hal, yakni keperluan medis atau rumah sakit dan keperluan penelitian atau ilmu pengetahuan. Pada prinsipnya Narkoba tersebut tidak dilarang jika digunakan sebagaimana mestinya untuk dua keperluan tersebut. Namun demikian, kepemilikannya juga harus ada izin tertentu dan pemerintah. Yang dilarang adalah peredaran gelap dan penyalahgunaannya. Sebagaimana yang kita ketahui Narkoba banyak ditransaksikan secara sembunyi-sembunyi bahkan terkadang sudah terang-terangan di dalam lingkungan masyarakat untuk dikonsumsi dengan mengambil efeknya berupa kesenangan, padahal kita ketahui dampak negatifnya sangat berbahaya yang dapat saja menimbulkan komplikasi berbagai macam penyakit hingga kematian.
Jika ditinjau dari sudut pandang kaum muda, yang paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua dan guru.
Karakteristik psikogis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan zat. Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja. Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jatidirinya.
Dalam perundang-undangan sudah dijelaskan mengenai penyalahgunaan narkotika yang mana tentang Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 . Dalam Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, bimbingan dan penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
Dalam Upaya penanggulangan bahaya Narkoba tidak semata-mata tugas Pemerintah (Kepolisian), tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama. Untuk itu harus ada upaya terpadu (integrated) dari semua pihak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, ulama, LSM dan Pemerintah untuk bersatu padu mencegah dan memberantas bahaya Narkoba. Masing-masing dapat berperan sesuai bidangnya masing-masing, proporsional dan tidak melanggar rambu-rambu hukum. Mari kita perangi narkoba, selamatkan saudara-saudara kita dan menyelamatkan generasi muda.
Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia, maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.
Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum benar-benar terpadu dan terlihat setiap instansi atau kelompok masyarakat bekerja sendiri-sendiri sehingga hasil yang diperoleh belum optimal. Sebenarnya banyak instansi selain Polri yang memiliki tugas memberantas penyalahgunaan Narkoba. Belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalahgunakan Narkoba.
Peran serta masyarakat sangat rendah karena mereka masih berpan-dangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab polisi. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi aktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba. Ada beberapa LSM yang peduli dalam penyalahgunan Narkoba seperti GRANAT, GERAM, GANAS dan lain-lain. Namun sayangnya kegiatan mereka masih cenderung belum konsisten dan belum berkesinambungan. Mereka lebih banyak untuk menyoroti dan mencari kelemahan dan kesalahan yang dilakukan oleh penyidik/aparat penegak hukum dari pada melakukan kemitraan, dengan kata lain kadar kemitraannya dengan aparat penegak hukum masih meragukan.
Sedangkan di lingkungan internal Polri sendiri, kegiatan antar fungsi masih belum terpadu dan belum terencana secara baik. Yang terkesan hanya kegiatan represif saja oleh fungsi Reserse. Fungsi Binamitra, Intelijen dan Samapta kurang proaktif dalam melakukan upaya pre-emtif dan preventif, sebagai contoh bahwa penyuluhan atau komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat lebih banyak menunggu jika ada permintaan dari pihak lain (kelompok masyarakat).
Fungsi Dokkes belum berperan secara maksimal dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, yaitu membantu korban atau pengguna untuk keluar dari ketergantungan terhadap Narkoba untuk dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat. Saat ini peran Dokkes baru pada tingkat memberikan ”back up” kepada fungsi operasional, seperti pemberian informasi kepada fungsi Reserse dalam menentukan tanda-tanda ketergantungan/ sebagai pengguna atau dalam pembuatan Visum/BAP test urine tersang-ka dan kepada fungsi Binamitra dalam memberikan materi penyuluhan terhadap masyarakat.
Dengan dibentuknya BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional) yang kemudian diubah menjadi BNN (tahun 2002), yang lebih bersifat operasional, maka terlihat jelas bahwa penanganan kasus penyalagunaan Narkoba menjadi lebih terkoordinasi, lebih banyak kasus terungkap dan juga lebih banyak barang bukti dapat disita. Dan yang lebih penting lagi adalah akan lebih banyak lagi generasi muda terselamatkan dari bahaya Narkoba.



































BAB III
KESIMPULAN
3.1.  Kesimpulan
  1. Masalah penyalahgunaan narkoba atau napza khususnya pada remaja adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umunya.
  2. Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya maupun dampak social yang ditimbulkannya.
  3. Masalah pencegahan penyalahgunaan narkoba bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melankan menjadi tugas bersama.
  4. Peran orang tua dalam keluarga dan jugaperan pendidikan sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penagulangan narkoba.
  5. Perlunya peningkatan pengetahuan bahaya narkoba bagi para remaja.
  6. Penanganan dini bagi para penggunaan narkoba sangatlah penting.
  7. Perlunya peningkatan fasilitas tempat rehabilitasi bagi paraa penggunaan narkoba.
  8. Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti baik. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari kemajuan pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan.
  9. Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu Supply control, Demand reduction dan Harm reduction.
  10. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar