a.
Latar Belakang
Bandung adalah
salah satu kota besar di Indonesia yang mempunyai banyak
penduduk. Maka dari itu, tidak sedikit masalah-masalah sosial yang muncul di Kota Kembang ini. Dari berbagai masalah sosial yang ada, anak yang dipekerjakan dan kedisabilitasan misalnya .
penduduk. Maka dari itu, tidak sedikit masalah-masalah sosial yang muncul di Kota Kembang ini. Dari berbagai masalah sosial yang ada, anak yang dipekerjakan dan kedisabilitasan misalnya .
Anak-anak yang
telah terlibat secara aktif dalam kegiatan ekonomi untuk menjalankan perannya
sebagai pekerja, bukanlah suatu fenomena baru di saat ini. Hasil pengamatan
akhir-akhir ini, masih banyak ditemui berbagai kasus pekerja anak, yang
mengarah pada bentuk-bentuk pengeksplotasian anak dan berbagai insiden
perlakuan salah pada anak, yang mengakibatkan luka, keluhan dan disabilitas
fisik serta moral sosial pada saat ia melakukan pekerjaannya.
Data menunjukkan
posisi penyumbang pekerja anak dari Kabupaten Bandung 120 anak dan dari Kota
Bandung 90 anak. Dari tersebut, mengingatkan kita pada Juli 2002 lalu, di Jalan
Adibrata, Kelurahan Kebon Jeruk, ecamatan Andir, Bandung. Di tempat itulah 12
anak berusia 11 hingga 18 tahun dipekerjakan tidak sewajarnya. Mereka harus
bekerja selama 12 jam sehari dari pukul 07.00 hingga 19.00 dan hanya setengah
jam waktu untuk istirahat. Parahnya, selama istirahat itu mereka dilarang ke
luar atau beranjak dari tempat kerja. Bahkan majikan mereka sering mencaci maki
dengan kata-kata goblok, anjing, sambil mendorong kepala. Selain itu, pintu gerbang digembok agar
mereka tidak bisa kabur dan gaji mereka juga tidak dibayarkan.
Lain pekerja
anak, lain dengan kedisabilitasan. Kedisabilitasan merupakan kondisi seseorang
yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan
rinangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya. Berbicara
kedisabilitasan, beberapa waktu lalu di Bandung, para tunatra memperjuangkan
haknya yang terampas saat Pemilihan Legislatif 2014. Penyebabnya, KPU tidak
menyediakan template braile untuk surat suara calon anggota DPR, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten atau kota. Pemilu dianggap diskriminatif dan mengabaikan hak
kaum tunanetra untuk menggunakan hak suaranya.
B.
Pembahasan
a.
Pekerja Anak
1.
Pekerja Anak
dalam Hak Asasi Manusia
Dalam undang-undang Ketenagakerjaan, dicantumkan larangan secara
tegas bagi setiap pengusaha untuk mempekerjakan anak. Yaitu mereka yang berusia
dibawah 18 tahun. Ketentuan itu sejalan dengan isi pasal 2.3 dari Konvensi ILO
No. 138 Tahun 1973, yang intinya menyebutkan bahwa, batas usia minimum ...
tidak kurang dari usia penyelesaian wajib belajar, dan dalam kasus apapun tidak
kurang dari 15 tahun. Akan tetapi larangan tersebut ada pengecualiannya, yakni pada
Pasal 69 UU Ketenagakerjaan, anak yang berumur 13 sampai 15 tahun dapat
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental dan sosialnya; pekerjaan di tempat kerja yang merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang (Pasal 70); pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Pasal
71).
Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus
memenuhi syarat, yaitu ijin tertulis dari orang tua/wali, perjanjian kerja
antara pengusaha dengan orang tua/wali, waktu kerja tidak boleh lebih dari 3
(tiga) jam, dilakukan pada siang dan tidak mengganggu waktu sekolah, keselamatan
dan kesehatan kerja, adanya hubungan kerja yang jelas, dan Menerima upah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Sehingga ketika anak yang dipekerjakan tidak sedikit dari pengusaha
yang tidak sesuai dengan Pasal 69 UU Ketenagakerjaan
dan melanggar beberapa syarat yang sudah ditentukan. Diantaranya yaitu waktu
bekerja dari pekerja anak di bawah tersebut lebih dari tiga jam dalam
seharinya; dan tidak adanya keselamatan dan kesehatan kerja serta tidak adanya
jaminan kecelakaan kerja.
Dalam upaya perlindungan anak sendiri, pemerintah telah membuat
payung hukum untuk anak yaitu Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua atau wali atau
pihak yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan diskriminasi, ekploitasi, penelantaran, penganiayaan, ketidakadilan
dan perlakuan salah lainnya.
Sedangkan anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya berbeda dengan orang dewasa.
Selain itu, anak juga berhak memperoleh bantuan hukum, membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak secara objektif.
2. Nilai-nilai yang
diterapkan dalam menangani pekerja anak
a) Nilai tentang
konsepsi orang atau klien
1) Setiap orang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menentukan dirinya sendiri,
artinya anak sebagai pekerja atau dipekerjakan mempunyai hak dan kesempatan yang
sama dengan pekerja orang dewasa dalam aspek jasmani maupun rohani.
2) Setiap orang
mempunyai kemampuan dan dorongan guna peningkatan taraf hidupnya, artinya anak sebagai pekerja atau yang dipekerjakan mempunyai
kemampuan dalam hal-hal meningkatkan taraf hidupnya dan mempunyai hak untuk
mendapatkan motivasi untuk keberlangsungan hidup di masa datang.
3) Setiap orang
mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi, pekerja anak mempunyai kebutuhan yang
harus dipenuhi, diantaranya yaitu jaminan pekerja anak yang selama ini masih
disamakan dengan pekerja dewasa.
b) Nilai tentang
konsepsi lingkungan masyarakat
1)
Masyarakat perlu menyediakan sumber dan pelayanan untuk membantu
orang memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah, artinya masyarakat juga
mempunyai wewenang untuk memperhatikan anak di seketarnya agar terpenuhi
hak-haknya dan mengawasi dari perlakuan yang salah.
c) Nilai tentang
konsepsi interaksi antar manusia
1) Pekerja sosial
percaya bahwa orang yang bermasalah perlu bantuan dari orang lain, artinya
dalam menyelesaikan masalah, seseorang tidak bisa menyelesaikannya seorang seorang
diri. Melaikan perlu bantuan dari orang lain juga.
2) Pekerja sosial
percaya bahwa orang perlu diberi kesempatan memecahkan masalah dan menentukan
nasibnya, artinya pekerja sosial atau orang yang terkait hanya dapat memberikan
pilihan dalam memecahkan masalah seseorang untuk kemudian seseorang yang
bermasalah menentukan pilihannyanya sendiri sesuai dengan kondisinya.
3) Pekerja sosial
percaya bahwa orang perlu dibantu dan ditingkatkan interaksinya dengan orang
lain untuk membangun masyarakat yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan
anggotanya.
3. Penerapan kode etik
pekerja sosial dalam menangani masalah pekerja anak
a) Perilaku dan sikap
pekerja sosial sebagai pekerja sosial
1) Kesopanan, dalam
menangani klien, pekerja sosial harus bersikap sopan dengan kliennya. Tidak
boleh melakukan kecurangan atau sejenisnya.
2) Pelayanan, dalam
melakukan pelayanan terhadap klien, pekerja sosial mencegah praktik
diskriminasi terhadap orang atau kelompok.
b) Tanggung jawab etis
pekerja sosial terhadap klien
1) Pekerja sosial harus
melayani klien dengan setia dan menjaga kepentingan klien serta merahasiakan
permasalahan klien.
c) Tanggung jawab etis
pekerja sosial terhadap masyarakat
1) Pekerja sosial harus
ikut berpartisipasi dalam memajukan kesejahteraan umum. Pekerja sosial menjamin
bahwa semua orang mempunyai jalan ke arah sumber pelayanan dan kesempatan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka.
b. Penyandang
Disabilitas
1. Penyandang Disabilitas
dalam Hak Asasi Manusia
Aksesibilitas
merupakan hal penting dalam mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam aspek
kehidupan dan penghidupan.
Jaminan atas hak dan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan para penyandang disabilitas
telah tercantum dalam Pasal 5 UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas.
Yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan penyandang disabilitas
dalam pasal tersebut antara lain meliputi agama, kesehatan, pendidikan, sosial,
ketenagakerjaan, ekonoi, elayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan
keamanan, olah raga, rekreasi, dan informasi.
Pemberian
aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas di Indonesia belum sepenuhnya
dapat terwujud. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan UU No. 4 Tahun 1997,
bahwa upaya perlindungan belum memadai, apalagi ada prediksi terjadinya
peningkatan jumlah penyandang disabilitas di masa mendatang.
Dalam pemilu
misalnya, masih terjadi pengabaian hak politik bagi penyandang disabilitas,
antara lain :
a) Hak untuk didaftar
guna memberikan suara;
b) Hak atas akses ke
TPS;
c) Hak atas pemberian
suara yang rahasia;
d) Hak untuk dipilih
menjadi anggota legislatif;
e) Hak atas informasi
termasuk informasi tentang pemilu;
f) Hak untuk ikut
menjadi pelaksana dalam pemilu, dan lain-lain.
Meskipun
presentasenya kecil dibandingkan dengan jumlah pemilih, namun mereka tetap
mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya untuk berperan serta dalam
pemilu. Pada Pemilu Legislatif tahun 2004, hanya beberapa daerah yang
memberikan perhatian khusus bagi penyandang disabilitas, dengan memberikan alat
bantu guna mempermudah akses penyandang disabilitas.
Pemerintah mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memajukan hak
asasi manusia, dalam hal ini adalah hak-hak penyandang disabilitas. Kewajiban
pemerintah tidak hanya berhenti pada kebijakan fomulatif saja, namun juga pada
kebijakan alikatif serta kebijakan eksekutif.
Selain itu,
pemberdayaan masyarakat dalam mengupayakan aksesibilitas dapat menunjang upaya
mewujudkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Pemberdayaan
dalam hal ini dimaksudkan sebagai usaha yang memungkinkan masyarakat bisa ambil
bagian, baik dalam mengaktualisasikan aspirasi dan kepentingan secara bebas dan
dilindungi, juga untuk ambil bagian dalam perumusan kebijakan-kebijakan negara
yang menentukan nasib mereka..
2. Nilai-nilai yang
diterapkan dalam menangani penyandang disabilitas
a) Nilai tentang
konsepsi orang atau klien
1) Setiap orang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menentukan dirinya sendiri,
artinya penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama dengan
orang lain dalam aspek jasmani maupun rohani untuk menentukan jalan hidupnya.
2) Setiap orang
mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi, penyandang disabilitas mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhi, diantaranya yaitu kebutuhan akan penghidupan
yang layak, kebutuhan akan akses fasilitas, dan kebutuhan akan pengakuan dari
orang lain.
b) Nilai tentang
konsepsi lingkungan masyarakat
1) Masyarakat perlu
menyediakan sumber dan pelayanan untuk membantu orang memenuhi kebutuhan dan
memecahkan masalah, artinya masyarakat juga bertanggung jawab atas penyandang disabilitas
yang ada di lingkungannya dalam memenuhi hak-haknya dan kebutuhan sehari-hari.
c) Nilai tentang
konsepsi interaksi antar manusia
1) Pekerja sosial
percaya bahwa orang yang bermasalah perlu bantuan dari orang lain, artinya penyandang
disabilitas merupakan orang yang bermasalah, sehingga mereka perlu bantuan dari
orang lain termasuk pekerja sosial.
2) Pekerja sosial
percaya bahwa orang perlu diberi kesempatan memecahkan masalah dan menentukan
nasibnya, artinya pekerja sosial atau orang yang terkait hanya dapat memberikan
pilihan dalam memecahkan masalah seseorang untuk kemudian seseorang yang
bermasalah menentukan pilihannyanya sendiri sesuai dengan kondisinya.
3) Pekerja sosial
percaya bahwa orang perlu dibantu dan ditingkatkan interaksinya dengan orang lain
untuk membangun masyarakat yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan
anggotanya. Artinya penyandang disabilitas perlu dibantu dan ditingkatkan
potensinya untuk berinteraksi dengan orang lain dengan baik.
3. Penerapan kode etik
pekerja sosial dalam menangani penyandang disabilitas
a) Perilaku dan sikap
pekerja sosial sebagai pekerja sosial
1) Kesopanan, dalam
menangani klien, pekerja sosial harus bersikap sopan dengan kliennya. Tidak
boleh melakukan kecurangan atau sejenisnya.
2) Kompetensi dan
perkembangan profesional, pekerja sosial tidak boleh salah dalam menggambarkan
kualifikasi profesional dalam pengalaman profeional.
3) Pelayanan, dalam
melakukan pelayanan terhadap klien, pekerja sosial mencegah praktik
diskriminasi terhadap orang atau kelompok.
b) Tanggung jawab etis
pekerja sosial terhadap klien
1) Pekerja sosial harus
melayani klien dengan setia dan menjaga kepentingan klien serta merahasiakan
permasalahan klien.
2) Menjaga kepentingan
dan hak klien, bertindak untuk kepentingan klien, dan memberikan hak-hak sipil klien.
c) Tanggung jawab etis
pekerja sosial terhadap masyarakat
1) Pekerja sosial harus
ikut berpartisipasi dalam memajukan kesejahteraan umum. Yaitu dengan
menghilangkan diskriminasi kedisabilitasan fisik atau mental atau karakteristik
pribadi, kondisi serta statusnya. Selain itu juga memberikan pelayanan
profesional yang sesuai dala, keadaan darurat umum.
C. Penutup
Sederetan
undang-undang yang menyangkut pekerja anak ataupun penyandang disabilitas
merupakan titik awal dalam rangka mencapai kesamaan kesempatan dalam asek
kehidupan dan penghidupan masnyarakat, guna mewujudkan kemandirian dan
keselamatan dan kesejahteraan. Upaya mewujudkan hak-hak pekerja anak ataupun
penyandang disabilitas merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan
pekerja anak atau penyandang disabilitas itu sendiri. Hal ini tidak akan
terwujud tanpa ada suatu struktur sosial yang mendukung.
D. Daftar Pustaka
Muladi.
2004. Hak Asasi Manusia “Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat”.
Refika Aditama. Bandung.
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Disabilitas.
Liputan6.com
Sindonews.com
Materi
Kuliah Tentang Nilai dan Etika.
Directed By : Imam Fauzi. 2014. Nilai Etika dan HAM. Bandung : STKS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar