Sabtu, 04 Oktober 2014

Pemberdayaan Sosial dalam Pandangan Agama

A.     Pemberdayaan Sosial
Pemberdayaan sosial merupakan upaya yang diarahkan untuk mewujudkan warga negara yang mengalami masalah sosial agar mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya
(UU Nomor 11 2009 tentang Kesejahteraan Sosial). Pengertian ini mesti dimaknai secara arif, yaitu bahwa tujuan pemenuhan kebutuhan dasar adalah tujuan awal agar secara bertahap kehidupan yang lebih berkualitas dan kemandirian dapat dicapai. Pemberdayaan sosial secara simultan juga diarahkan agar seluruh potensi kesejahteraan sosial dapat dibangun menjadi sumber kesejahteraan sosial yang mampu berperan optimal dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemberdayaan sosial, telah ditetapkan struktur organisasi yang menjadi wadah penggerak berjalannya fungsi secara optimal, mempertimbangkan lingkup tugas yang meliputi pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, dan komunitas adat terpencil (KAT) serta pendayagunaan nilai-nilai dasar kesejahteraan sosial dan kelembagaan sosial masyarakat. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Bagian Keempat Pasal 12 dan Pasal 13 telah menempatkan pemberdayaan sosial sebagai bagian integral dalam sistem kesejahteraan sosial nasional. Oleh karena itu, sangatlah proporsional jika lingkup ini dikelola secara khusus melalui satuan organisasi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial.
Lingkup tugas Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial mengurusi dua persoalan utama yaitu: (1) kemiskinan dengan fokus penduduk miskin yang meliputi fakir miskin dan komunitas adat terpencil yang selain miskin juga mengalami keterpencilan secara geografis yang mengakibatkan ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan, kerentanan dengan fokus keluarga rentan, serta keluarga pahlawan/perintis kemerdekaan yang mengalami kerentanan, dan (2) potensi dan sumber kesejahteraan sosial dalam pengelolaan pembangunan berbasis masyarakat (community-based) dengan fokus sumber daya manusia merupakan modal dasar mencakup tenaga kesejahteraan sosial, organisasi dan kelembagaan sosial masyarakat, jaringan kesejahteraan sosial, nilai dasar kesejahteraan sosial, yaitu keperintisan, kejuangan, kepahlawanan dan kesetiakawanan sosial.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemeberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah yang mengalami masalah sosial. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya. Memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan (on going) sepanjang komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja.
Kelompok yang mengalami permasalahan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri adalah yang pengetahuan dan keterampilannya terbatas, terbatas dalam mengakses sumber, terbatas dalam memmanfaatkan sumber. Keterbatasan-keterbatasan tersebut mayoritas dialami oleh umat Islam. Selanjutnya yang menjadi perhatian kita semua adalah : bagaimana konsep islam tentang pemberdayaan?, dan bagaimana sarana dan cara dalam Islam pemberdayaan kaum atau umat Islam dalam rangka pemberdayaan?
B.     Konsep Islam dalam Pemberdayaan Sosial
Di dalam masyarakat islam pemberdayaan sosial junga sudah diatur karena hal tersebut berhubungan dengan kemaslahatan umat islam itu sendiri di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di dalam Al-Quran surat Az-Zuhruf ayat 32
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Dalam ayat tersebut Allah menyinggung perbedaan taraf hidup manusia. Perbedaan taraf hidup manusia adalah sebuah rahmat, sekaligus pengingat bagi kelompok manusia yang lebih berdaya untuk saling membantu dengan kelompok yang kurang mampu. Pemahaman seperti inilah yang harus ditanamkan di kalangan umat islam, sikap simpati dan empati terhadap sesama.
Sejalan dengan firman Allah dalam Quran surat Al-Hasyar ayat 7
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.
Dalam konteks Indonesia, masyarakat Islam sebagai penghuni mayoritas bangsa masih terlalu jauh dari segala keunggulan bila dibandingkan dengan sesama umat manusia dari negara-negara lain. Fakta ini menuntut adanya upaya-upaya pemberdayaan yang sistematis dan terus-menerus untuk melahirkan masyarakat Islam yang berkualitas.
Amrullah Ahmad menyatakan bahwa pengembangan masyarakat Islam adalah sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam perspektif Islam. Imang Mansur Burhan dalam sebuah seminar pada tahun 1999 di Senat Mahasiswa Fakultas Dakmah IAIN Bandung, mendenifisikan pemberdayaan umat Islam ke arah yang lebih baik, baik dalam kehidupan sosial, politik maupun ekonomi.
Dengan demikian, pemberdayaan sebagai upaya memberikan kontribusi pada aktualisasi potensi tertinggi kehidupan manusia, selayaknya ditujukan untuk mencapai sebuah standar kehidupan ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini merupakan sebuah tahapan yang esensial dan fundamental menuju tercapainya tujuan kesejahteraan manusia. Kebutuhan dasar tidak dilihat dalam batasan-batasan minimum manusia yaitu kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, pakaian dan kesehatan, tetapi juga sebagai kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, mendapatkan penghormatan dan kesempatan untuk bekerja secara fair, serta tentu saja aktualisasi spiritual. Konsepsi pembedayaan dalam konteks Pengembangan Masyarakat Islam agaknya cukup relevan dalam hal ini. Beberapa asumsi yang dapat digunakan dalam rangka mewujudkan semangat ini adalah sebagai berikut :
Pertama, pada intinya upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial dimana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya (material dan spiritual) dapat terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat, oleh karena itu, tidak berwujud tawaran sebuah proyek usaha kepada masyarakat, tetapi sebuah pembenahan struktur sosial yang mengedepankan keadilan. Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merencanakan dan menyiapkan suatu perubahan sosial yang berarti bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia.
Kedua, Pemberdayaan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang tidak memiliki. Kerangka pemahaman ini akan menjerumuskan kepada usaha-usaha yang sekadar memberikan kesenangan sesaat dan bersifat tambal sulam. Misalnya, pemberian bantuan dana segar (fresh money) kepada masyarakat hanya akan mengakibatkan hilangnya kemandirian dalam masyarakat tersebut atau timbulnya ketergantungan. Akibat yang lebih buruk adalah tumbuhnya mental “meminta”. Padahal, dalam Islam, meminta itu tingkatannya beberapa derajat lebih rendah dari pada memberi.
Ketiga, pemberdayaan masyarakat mesti dilihat sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupannya. Menurut Soedjatmoko(198-), ada suatu proses yang seringkali dilupakan bahwa pembangunan adalah social learning. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah proses kolektif dimana kehidupan berkeluarga, bertetangga, dan bernegara tidak sekadar menyiapkan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan sosial yang mereka lalui, tetapi secara aktif mengarahkan perubahan tersebut pada terpenuhinya kebutuhan besama.
Keempat, pemberdayaan masyarakat, tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran mereka untuk mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu program kerja pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Asumsinya, masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi.
Kelima, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya pengembangan masyarakat. Tidak mungkin rasanya tuntutan akan keterlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan tatkala masyarakat itu sendiri tidak memiliki daya ataupun bekal yang cukup. Oleh karena itu, mesti ada suatu mekanisme dan sistem untuk memberdayakan masyarakat. Masyarakat harus diberi suatu kepercayaan bahwa tanpa ada keterlibatan mereka secara penuh, perbaikan kualitas kehidupan mereka tidak akan membawa hasil yang berarti. Memang, sering kali people empowerment diawali dengan mengubah dahulu cara pandang masyarakat dari nrimo ing pandum menjadi aktif partisipatif (Mudzakir, 1986 : 12-15).
C.     Program Pemberdayaan Masyarakat dalam konteks Islam

Menurut Agus Efendi, setidaknya ada tiga kompleks pemberdayaan yang mendesak untuk diperjuangkan dalam konteks keumatan masa kini, yakni pemberdayaan dalam tatanan ruhaniah, intelektual dan ekonomi.
Pertama, pemberdayaan pada matra ruhaniah. Dalam pandangan Agus Efendi, degradasi moral atau pergeseran nilai masyarakat islam saat ini sangat mengguncang kesadaran Islam. Kepribadian kaum muslimin terutama mayoritas generasi mudanya begitu telanjang terkooptasi dan juga diperparah dengan gagalnya pendidikan agama dihampir semua lini pendidikan. Untuk keluar dari belitan persoalan, kini masyarakat islam harus berjuang keras untuk melahirkan desain besar kurikulum pendidikan untuk setiap wilayah pendidikan, yang benar-benar berorientasi pada pemberdayaan total ruhaniah islamiah, yang tidak bertentangan dengan perjuangan kebenaran ilmiah dan kemodernan.

Kedua, pemberdayaan intelektual. Dengan sangat telanjang dapat disaksikan betapa umat islam yang ada di Indonesia bahkan dimanapun sudah jauh tertinggal dalam kemajuan dan penguasaan teknologi. Untuk itu diperlukan berbagai upaya pemberdayaan intelektual sebagai sebuah perjuangan besar (jihad). Untuk itu, dalam konteks juriprudensi tanggung jawab sosial islam, menurut Agus Efendi, masyarakat islam harus berani mengedepankan jargon teknologi teologi sosial, dibawah ini :
a.       Bahwa malas belajar adalah dosa besar sosial islam.
b.      Bahwa pemberdayaan intelektual harus merupakan gerakan semua lini keumatan.
c.       Bahwa setiap dukungan terhadap pemberdayaan intelektual harus dipandang sebagai jihad besar yang harus diakselerasikan.
d.      Bahwa tatanan manajemen operasional, masyarakat Islam, terutama mereka yang berkecimpung dalam wilayah manajemen korporasi keumatan, harus siap menghadapi gelombang reengineering yang berorientasi pada sistem manajemen keunggulan, yang boleh jadi harus meninggalkan pola-pola manajemen dan kepemimpinan yang tidak efektif, efisien dan produktif untuk digantikan dengan pola-pola manajemen kepemimpinan profesional dan strategis. Penolakan terhadap gerakan ini harus dinilai sebagai hambatan-hambatan paling nyata terhadap gerakan pemberdayaan intelektual masyarakat Islam.
e.       Bahwa untuk menjalankan ideal-ideal di atas, diperlukan gerakan aksional penggalian dan penghimpunan kekuatan-kekuatan ekonomis secara by design, yang diupayakan oleh setiap komponen umat bersama-sama masyarakat islam, dengan sistem manajemen yang transparan dan profesional.

Ketiga, pemberdayaan ekonomi. Sebagaimana dikemukakan pada bab pertama kajian ini, masalah kemiskinan menjadi demikian identik dengan masyarakat Islam di Indonesia. Pemecahannya adalah tanggung jawab masyarakatIislam sendiri, yang selama ini sealalu terpinggirkan. Dalam konteks ekonomis, seorang putra islam dari generasi Qurani awal baik, Sayyidina Ali menyatakan, “Sekiranya kefakiran itu berwujud seorang manusia, sungguh aku akan membunuhnya.” Situasi ekonomi masyarakat islam Indonesia bukan untuk diratapi, melainkan untuk dicarikan jalan pemecahannya. Untuk keluar dari himpitan ekonomis ini, diperlukan perjuangan besar dan gigih dari setiap komponen umat. Setiap pribadi muslim ditantang untuk lebih keras dalam bekerja, berkreasi dan berwirausaha (enterpreneurship), lebih win-win dalam bekerja sama, komunikatif dalam berinteraksi, lebih skillful dalam memfasilitasi jaringan kerja, dan lebih profesional dalam mengelola potensi-potensi dan kekuatan-kekuatan riil ekonomi umat. Untuk bisa keluar dari himpitan situasi ekonomi seperti sekarang, disamping penguasaan terhadap life skill atau keahlian hidup, ketrampilan berwirausaha, dibutuhkan juga pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan, yang selama ini tidak pernah dilirik.

D.     Teknik Pemberdayaan dalam Islam

1.      Pemberdayaan Melalui Individu.
Seorang muslim harus memiliki kecerdasan rohaniah dan kecerdasan intelektualitas, peningkatan kualitas individu melalui pendidikan dan dengan memiliki kualitas hidup yang tinggi, motif selanjutnya diarahkan agar manusia sebagai pribadi selalu bekerja keras, penuh sungguh-sungguh, keahlian dan ketrampilan dalam mengerjakan sesuatu sebagai manifestasi motif semangat profesionalisme, dan selalu menghargai waktu. Dunia pendidikan dewasa ini dalam membangun individu sumber daya manusia dan sumber daya umat (Islam). Mengarahkan konsep orientasi pendidikan pada konsep Link and Match atau dalam istilah pendidikan disebut dengan Sistem Pendidikan Ganda (PSG). Link and match diterjemahkan sebagai upaya meningkatkan dan mempersiapkan peserta didik agar menjadi mandiri(Dawam Raharjo, 1997). Konsep Link and Match mengandung tujuan agar menciptakan sumber daya individu yang siap pakai sesuai dengan sektor-sektor pembangunan. Dengan memiliki keahlian pada masing-masing sektor, dan saling melengkapi (Ashabiyah) antar berbagai sektor maka akan dapat membawa kepada arah pembangunan sesuai yang diinginkan. Kualitas sumber daya manusia sebagaimana dijelaskan diatas, menyangkut dimensi manusia yang lebih besar, yaitu : keluarga, masyarakat dan bangsa. Untuk dapat menggambarkan sisi kualitas manusia, yang fisik dan non fisik, kuantitatif dan kualitatif, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, sebagai acuan, dapat diterapkan pemberdayaan dalam panca matra kualitas yaitu
a.        diri pribadi
b.      anggota keluarga
c.       anggota kelompok
d.      warga negara dan
e.       himpunan kualitas.
Kualitas manusia dan masyarakat pada dasarnya saling terkait, dalam matranya sebagai anggota keluarga, kelompok dari warga negara, manusia dapat ditentukan oleh kelompok interaksi dengan orang lain penciptaan kualitas perorangan tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial dan hal-hal dalam masyarakat yang mengatur, mempengaruhi, menunjang serta membentuk pola hidupnya, kualitas bermasyarakat merupakan ciri kualitas manusia yang penting. Sebaliknya kualitas ini tidak pula dapat dibangun tanpa kualitas perorangan. Ada tiga dimensi dalam pengembangan dan pemberdayaan individu untuk mencapai kualitas yang baik, yaitu :
a.       Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat.
b.      Dimensi produktifitas yang menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia tadi, dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
c.       Dimensi kreativitas yang menyangkut kemampuan seseorang untuk berpikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan masyarakat(Muhammad Thalhah Hasan, 2003 : 60).
Dalam perspektif Islam, manusia beriman adalah manusia terbaik (khairu ummah) yang selalu meningkatkan kualitas hidup. Dalam konteks pengembangan masyarakat Islam yang mengacu kepada pemikiran sosiologi Ibnu Khaldun, pemberdayaan secara individu dapat dikembangkan dengan cara yang komprehensif dan aplikatif.Secara konkrit, pemberdayaan individu pada matra rohaniah (afektif) dapat berupa bimbingan, pengajian, khotbah, pendidikan dan pengajaran baik formal maupun informal yang tujuannya untuk memberikan pamahaman dan pengalaman. Arahan dan bimbingan secara individual kepada seseorang untuk menjalankan ibadah baik sholat, puasa, zakat, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya, akan menumbuhkan sikap kalbu kearah yang lebih baik sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Sebagai contoh, seseorang yang biasa menjalankan shalat akan memiliki keseimbangan baik pada aspek kesehatan, kejiwaan ataupun kemasyarakatan (M. Thalhah Hasan, 2003).
Aplikasi pembinaan dan pemberdayaan rohaniah ini dapat juga berbentuk pembinaan dan bimbingan pribadi baik berupa pengajaran privat atau bentuk bimbingan pembinaan lainnya. Pemberdayaan pada matra rohaniah sangat penting untuk dikembangkan pada tatanan individu, karena pemberdayaan pada matra rohaniah ini sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek pembangunan lainnya, baik disiplin, intelektual, etos kerja, motivasi dan prestasi. Pemberdayaan individu pada matra intelektual, lebih menekankan pada aspek kognitif (pengetahuan) dan pembelajaran, hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan pembelajaran baik formal, non formal atau informal. Dalam mengembangkan aspek intelektual sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia misalnya telah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Usaha terus menerus yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu diantaranya adalah merubah sistem pendidikan dan pembelajaran kelompok kearah pembelajaran individual. Dalam pemberdayaan aspek intelektual ini mengacu pada kompetensi, yaitu perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang dikuasai oleh seseorang telah menjadi bagian dari  dirinya. Sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif dan psikomotorik.
Pemberdayaan ekonomi pada tingkat individu mengacu kepada pengembangan sumber daya manusia yang mandiri, sehingga pemberdayaan diarahkan kepada kecakapan hidup (life skill) dan ketrampilan berwirausaha. Hal ini ditujukan untuk menghindarkan manusia (secara individu) dari kemiskinan. Secara garis besar terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, yaitu:
a.       Faktor internal manusia, seperti lemahnya etos kerja yang terlihat dalam sikap malas, kerja tidak teratur dan tidak bergairah, kurangnya disiplin dan pengaturan waktu yang tepat.
b.      Faktor non individual, seperti penyelenggaraan pemerintah yang korup dan sejenisnya.
c.       Visi teologi yang represif.
Pemberdayaan individu pada matra ekonomi adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara pribadi. Adapun tolok ukur kualitas sumber daya manusia itu adalah :
a.       Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
b.      Berbudi pekerti luhur
c.       Sehat jasmani
d.      Sehat rohani
e.       Terampil
Adapun pola pemberdayaan individu yang berkualitas ditujukan untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai, produktif dan berkualitas. Dalam hal ini perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Pendidikan formal
b.      Pendidikan non formal
c.       Pendidikan informal
d.      Pembinaan fisik
e.       Pembinaan mental
Sedangkan pemberdayaan individu pada matra ekonomi juga dapat dilakukan dengan cara menambahkan sikap semangat kerja serta peningkatan kreativitas mengatasi masalah kerja, dengan menjadikan suatu pekerjaan menjadi berkualitas, produktif, ekonomis, efektif dan efisien. Peningkatan skill (ketrampilan) yang meliputi :
a.       Ketrampilan teknik tertentu, misalnya dalam bidang bangunan, pertanian, peternakan, perdagangan dan lain sebagainya.
b.      Ketrampilan manajerial, pengelolaan dan kepemimpinan
c.       Ketrampilan pemasaran, termasuk di dalamnya seni reklame dan kepandaian mencari dan membina langganan.

2.      Pemberdayaan Melalui Keluarga
Keluarga merupakan bentuk masyarakat terkecil, tetapi terpenting dalam hidup seseorang, keluarga adalah jiwa masyarakat dan merupakan tulang punggungnya. Keluarga sakinah dan harmonis adalah keluarga yang penuh keserasian antara suami dan istri serta anak-anak dan seluruh anggota keluarganya. Keluarga itu juga harus berprestasi menuju keluarga yang memperoleh Allah SWT dengan mengikuti semua tuntunannya. Kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai satu bangunan, demi kuatnya bangunan itu, maka ia harus didirikan dengan fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang kuat. Fondasi kehidupan keluarga adalah agama yang disertai kesiapan fisik dan mental anggotanya. Keluarga juga merupakan umat kecil yang memiliki pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. Jika pembinaan individu-individu dalam keluarga diarahkan kepada pembinaan dan pemberdayaan yang baik dengan memiliki kecerdasan rohaniah dan kecerdasan intelektualitas maka keluarga tersebut akan dapat mencapai keluarga yang mandiri sejahtera dan menjadi ujung tombak dalam pembangunan.
Pengembangan masyarakat Islam dalam konteks pemberdayaan pada tatanan keluarga yang meliputi tiga aspek pemberdayaan rohaniah, intelektual, dan ekonomi, tidak terlepas dari pemberdayaan individu, karena dalam keluarga terdiri dari individu-individu yaitu ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya.
Pemberdayaan keluarga pada matra rohaniah adalah berawal dari pembentukan keluarga ketika memilih pasangan suami atau istri, dalam hal ini Islam sangat ketat dalam menetapkan syarat laki-laki atau perempuan yang boleh dinikahi. Setelah terbentuk sebuah tatanan keluarga yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan islam, maka perlu arahan dan bimbingan terhadap pembentukan keluarga sakinah melalui bimbingan atau privat pengajaran bagi keluarga, sehingga anggota keluarga memiliki keseimbangan dalam kehidupan keluarga, rajin beribadah, berbudi pekerti luhur, disiplin dan tanggung jawab, membiasakan shalat berjamaah dalam keluarga dan lain sebagainya.
Adapun pemberdayaan keluarga pada matra intelektual, adalah dalam bentuk bimbingan dan pengajaran secara informal dalam keluarga yang dapat berbentuk pengetahuan secara kognitif ataupun dalam bentuk ketrampilan (life skill). Jika anggota keluarga dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan baik didapat melalui pendidikan formal, non formal maupun informal (pengajaran privat) dan lain sebagainya, maka keluarga tersebut akan memiliki tanggung jawab, disiplin, dan etos kerja yang tinggi. Dengan demikian akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas dalam kehidupan keluarga sedangkan pemberdayaan keluarga pada ekonomi, sangat berkaitan erat dengan pemberdayaan rohaniah dan intelektual karena untuk meningkatkan taraf hidup dalam keluarga perlu adanya usaha peningkatan skill bagi anggota keluarga dan ketrampilan berwirausaha. Usaha ini dapat juga dikembangkan dalam bentuk pemberian modal usaha (dalam bentuk mudharobah), penyaluran zakat, dan berbagai bentuk bantuan modal usaha lainnya. Pemberdayaan rohaniah dan intelektual pada tingkat keluarga berkaitan erat dengan pemberdayaan ekonomi. Ini adalah sebagai kunci utama dalam meningkatkan taraf hidup keluarga menuju keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

3.      Pemberdayaan Melalui Masyarakat.
Manusia pada hakekatnya hidup bermasyarakat. Menurut Ibnu Khaldun manusia adalah makhluk yang tidak bisa berdiri sendiri. Ketidakmandirian manusia itu terutama dilihat dari dua kenyataan. Pertama dari segi pemenuhan kebutuhan pokok, dan yang kedua dari segi pertahanan diri. Dalam pandangan khaldun yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah :
a.       Ilmu pengetahuan dan keahlian (teknologi) yang merupakan hasil fikiran.
b.      Kebutuhannya akan seorang pemimpin atau pengarah yang sanggup mengendalikan, dan kepada kekuasaan yang kokoh sebab tanpa hal itu eksistensinya tak bisa dimungkinkan.
c.       Usaha manusia untuk menciptakan penghidupan dan perhatiannya untuk memperoleh penghidupan dan berbagai cara.

Bermasyarakat (umran) : dalam pandangan Khaldun adalah samasama tinggal dan menjadi penghuni sebuah kota atau kampung untuk hidup bersama saling memenuhi kebutuhan, karena dalam watak manusia itu telah terdapat kebutuhan kerjasama untuk kehidupan. Berbicara soal pemberdayaan masyarakat, tidak terlepas dari pemberdayaan secara individu, karena manusia dapat dilihat individu dan sekaligus masyarakat.
Dalam proses hubungan masyarakat seorang muslim tentu terlibat dalam bentuk kegiatan yang beraneka ragam. Agar proses yang variatif itu seorang muslim tidak kehilangan arah, maka Islam mengajarkan pedoman, yaitu Ilmu dan Amal, dalam konteks ini pedoman dasar tersebut dimaksudkan agar seorang muslim harus selalu belajar dan menambah ilmu serta mengamalkan ilmu. Dengan ilmu pengetahuan seorang muslim harus mengaitkannya dengan kesadaran untuk mendalami Sunattullah sehingga keimanan semakin mantap. Sedangkan dalam amal (mengajarkan ilmu Allah) dalam kaitan pedoman hidup kemasyarakatan ini adalah kaitan dengan proses kewajiban dakwah, menyebarluaskan ajaran Allah SWT kepada manusia lainnya. Masyarakat pada dasarnya terdiri dari individu-individu, jika pemberdayaan secara individu sudah berjalan baik maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pemberdayaan pada tatanan keluarga dan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada tatanan rohaniah memerlukan kerja keras dan keterlibatan berbagai komponen yang ada, baik melalui pendidikan formal, nonformal ataupun informal yang berorientasi kepada pemberdayaan total rohaniah Islam. Melalui dakwah islam yang sistem moralitasnya dibangun diatas nilai-nilai agama.
Melalui pendidikan formal pemberdayaan ini dapat berupa penanaman nilai-nilai keagamaan dan moralitas yang tinggi yang mengacu kepada desain kurikulum yang diaplikasikan terhadap kegiatan pendidikan menuju hasil pendidikan yang optimal, tatanan non formal dapat berupa pemberdayaan kelompok-kelompok pengajian dan pengakian keagamaan. Sedangkan pada tatanan informal dapat berbentuk bimbingan dan arahan spiritual dalam keluarga, hal ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas rohaniah masyarakat.
Sebagai contoh pemberdayaan rohaniah masyarakat adalah dengan menfasilitasikan pada para da’i, khotib, guru ngaji, ustadz dan berbagai pelaku dakwah lainnya untuk selalu memberikan bimbingan dan arahan ditengah-tengah masyarakat, baik berupa pengajian rutin, khutbah jum’at dan berbagai bentuk bimbingan keagamaan lainnya, serta pemanfaatan media baik cetak maupun elektronik yang memuat pesanpesan moral keagamaan. Program semacam ini akan dapat berjalan baik tentunya dengan dukungan berbagai pihak terutama pemerintah.
Pemberdayaan rohaniah ini ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang beriman dan bertaqwa menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Pemberdayaan masyarakat pada matra intelektual pada tatanan masyarakat, dapat diselaraskan dengan pemberdayaan rohaniah, yang melibatkan berbagai komponen, baik pemerintah, alim ulama, dai dan komponen terkait lainnya dan juga media baik cetak maupun elektronik dengan materi pemahaman bidang kognitif masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada tatanan rohaniah dan intelektual ini saling berkaitan.
Di tingkat ibu-ibu dan bapak-bapak dapat berupa pelatihan-pelatihan ataupun pengajian rutin. Pada tingkat remaja dan anak-anak dapat berupa kegiatan kilat dan lain sebagainya. Adapun materi yang perlu disampaikan adalah:
a.       Keimanan
b.      Ibadah
c.       Al Qur’an
d.      Akhlak
e.       Muamalah yang meliputi hubungan masyarakat dan ekonomi
f.       Sejarah (tarikh)

Program-program tambahan lainnya berupa : Tafakur, olah raga, kesenian, monitoring, muhasabah dan bakti sosial berupa kerja bakti, bantuan dan santunan gotong-royong. Pemberdayaan masyarakat pada matra ekonomi dalam hal ini juga berkaitan erat dengan pemberdayaan rohaniah dan intelektual, dalam pandangan Khaldun pemberdayaan ekonomi berdasarkan kepada hukum yang mengendalikan ekonomi yang meliputi :
a.       Hukum pembagian kerja
b.      Teori nilai
c.       Teori harga
d.      Faktor-faktor produksi
Empat teori ekonomi diatas sangat berkaitan dengan aspek pemberdayaan intelektual yang terkait di dalamnya tiga kekuatan pokok yaitu fisik, semangat dan akal pikiran. Faktor terpenting dalam pemberdayaan ekonomi ini adalah berkaitan dengan kreativitas dalam mengatasi masalah kerja yang meliputi :
a.       Penggunaan akal pikiran dalam rangka etos kerja.
b.      Menciptakan lowongan pekerjaan.
c.       Kebijaksanaan mengatur dan memanfaatkan waktu.
d.      Menemukan pekerjaan yang produktif.
e.       Menyusun program kerja
f.       Keahlian atau kepandaian (skill)

Pemberdayaan tiga aspek rohaniah, intelektual dan ekonomi dalam konteks pengembangan masyarakat Islam yang diimplikasikan secara sistematis mulai dari individu, keluarga dan masyarakat merupakan aplikasi teori paradigmatik pemikiran sosiologis Ibnu Khaldun. Aplikasi teori ini akan menjadi frame teori pengembangan masyarakat islam yang bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat islam yang beradab, adil, makmur dan sejahtera berbentuk tatanan masyarakat Khiru Ummah.

4.      Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Konteks Negara

Pengembangan masyarakat islam merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah umat dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam perspektif Islam. Pengembangan masyarakat Islam juga merupakan model empiris pengembangan perilaku individual dan kolektif dalam dimensi amal saleh (karya terbaik), dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat. Baik secara individual, keluarga, masyarakat maupun dalam konteks negara.
Pengembangan masyarakat Islam dalam konteks kenegaraan berkaitan secara skematis mulai dari pengembangan, pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia secara individu, yang kemudian tergabung dalam komunitas terkecil yaitu pembentukan keluarga sakinah makmur dan sejahtera dan dalam tatanan yang lebih luas pemberdayaan ditekankan pada kualitas masyarakat (islam) dalam sebuah tatanan yang terdiri didalamnya komunitas baik secara individual ataupun keluarga memiliki kualitas baik kualitas rohaniah, intelektualitas ataupun keluarga secara ekonomi, maka pembangunan ditengah-tengah masyarakat semacam ini akan dapat berjalan menuju kepada kemajuan kesejahteraan dan kemakmuran.

Pengembangan masyarakat Islam dalam konteks negara diarahkan kepada terbentuknya masyarakat yang sejahtera baik material maupun memiliki kualitas spiritual yang tinggi, yang dalam tatanan ini dikenal dengan masyarakat madani (civil society), dimana tatanan kehidupan yang ada di dalamnya terdiri dari komunitas sosial (masyarakat) yang satu dengan lainnya saling bergaul secara beradab, yang memiliki kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar