A. Pemberdayaan
Sosial
Pemberdayaan
sosial merupakan upaya yang diarahkan untuk mewujudkan warga negara yang
mengalami masalah sosial agar mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya
(UU Nomor 11 2009 tentang Kesejahteraan Sosial). Pengertian ini mesti
dimaknai secara arif, yaitu bahwa tujuan pemenuhan kebutuhan dasar adalah
tujuan awal agar secara bertahap kehidupan yang lebih berkualitas dan
kemandirian dapat dicapai. Pemberdayaan sosial secara simultan juga diarahkan
agar seluruh potensi kesejahteraan sosial dapat dibangun menjadi sumber
kesejahteraan sosial yang mampu berperan optimal dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Dalam
melaksanakan tugas dan fungsi pemberdayaan sosial, telah ditetapkan struktur
organisasi yang menjadi wadah penggerak berjalannya fungsi secara optimal,
mempertimbangkan lingkup tugas yang meliputi pemberdayaan sosial keluarga,
fakir miskin, dan komunitas adat terpencil (KAT) serta pendayagunaan nilai-nilai
dasar kesejahteraan sosial dan kelembagaan sosial masyarakat. Undang Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Bagian Keempat Pasal 12 dan
Pasal 13 telah menempatkan pemberdayaan sosial sebagai bagian integral dalam
sistem kesejahteraan sosial nasional. Oleh karena itu, sangatlah proporsional
jika lingkup ini dikelola secara khusus melalui satuan organisasi Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial.
Lingkup
tugas Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial mengurusi dua persoalan utama
yaitu: (1) kemiskinan dengan fokus penduduk miskin yang meliputi fakir miskin
dan komunitas adat terpencil yang selain miskin juga mengalami keterpencilan
secara geografis yang mengakibatkan ketertinggalan dalam berbagai aspek
kehidupan, kerentanan dengan fokus keluarga rentan, serta keluarga
pahlawan/perintis kemerdekaan yang mengalami kerentanan, dan (2) potensi dan
sumber kesejahteraan sosial dalam pengelolaan pembangunan berbasis masyarakat
(community-based) dengan fokus sumber daya manusia merupakan modal dasar mencakup
tenaga kesejahteraan sosial, organisasi dan kelembagaan sosial masyarakat,
jaringan kesejahteraan sosial, nilai dasar kesejahteraan sosial, yaitu
keperintisan, kejuangan, kepahlawanan dan kesetiakawanan sosial.
Dengan
demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemeberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah yang mengalami masalah sosial. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya. Memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara
mandiri.
Pemberdayaan
sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan (on going) sepanjang
komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak hanya
terpaku pada suatu program saja.
Kelompok
yang mengalami permasalahan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri
adalah yang pengetahuan dan keterampilannya terbatas, terbatas dalam mengakses
sumber, terbatas dalam memmanfaatkan sumber. Keterbatasan-keterbatasan tersebut
mayoritas dialami oleh umat Islam. Selanjutnya yang menjadi perhatian kita
semua adalah : bagaimana konsep islam tentang pemberdayaan?, dan bagaimana
sarana dan cara dalam Islam pemberdayaan kaum atau umat Islam dalam rangka
pemberdayaan?
B. Konsep
Islam dalam Pemberdayaan Sosial
Di dalam
masyarakat islam pemberdayaan sosial junga sudah diatur karena hal tersebut
berhubungan dengan kemaslahatan umat islam itu sendiri di dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Di dalam
Al-Quran surat Az-Zuhruf ayat 32
أَهُمْ يَقْسِمُونَ
رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ
بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya : Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat
mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.
Dalam ayat tersebut Allah menyinggung perbedaan taraf hidup
manusia. Perbedaan taraf hidup manusia adalah sebuah rahmat, sekaligus
pengingat bagi kelompok manusia yang lebih berdaya untuk saling membantu dengan
kelompok yang kurang mampu. Pemahaman seperti inilah yang harus ditanamkan di
kalangan umat islam, sikap simpati dan empati terhadap sesama.
Sejalan dengan firman Allah dalam Quran surat
Al-Hasyar ayat 7
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى
رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ
الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.
Dalam konteks Indonesia, masyarakat Islam sebagai penghuni
mayoritas bangsa masih terlalu jauh dari segala keunggulan bila dibandingkan
dengan sesama umat manusia dari negara-negara lain. Fakta ini menuntut adanya
upaya-upaya pemberdayaan yang sistematis dan terus-menerus untuk melahirkan
masyarakat Islam yang berkualitas.
Amrullah
Ahmad menyatakan bahwa pengembangan masyarakat Islam adalah sistem tindakan
nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang
sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam perspektif Islam. Imang Mansur Burhan
dalam sebuah seminar pada tahun 1999 di Senat Mahasiswa Fakultas Dakmah IAIN
Bandung, mendenifisikan pemberdayaan umat Islam ke arah yang lebih baik, baik
dalam kehidupan sosial, politik maupun ekonomi.
Dengan
demikian, pemberdayaan sebagai upaya memberikan kontribusi pada aktualisasi
potensi tertinggi kehidupan manusia, selayaknya ditujukan untuk mencapai sebuah
standar kehidupan ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini
merupakan sebuah tahapan yang esensial dan fundamental menuju tercapainya
tujuan kesejahteraan manusia. Kebutuhan dasar tidak dilihat dalam
batasan-batasan minimum manusia yaitu kebutuhan akan makanan, tempat tinggal,
pakaian dan kesehatan, tetapi juga sebagai kebutuhan akan rasa aman, kasih
sayang, mendapatkan penghormatan dan kesempatan untuk bekerja secara fair,
serta tentu saja aktualisasi spiritual. Konsepsi pembedayaan dalam konteks
Pengembangan Masyarakat Islam agaknya cukup relevan dalam hal ini. Beberapa
asumsi yang dapat digunakan dalam rangka mewujudkan semangat ini adalah sebagai
berikut :
Pertama, pada intinya
upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah
tatanan sosial dimana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya
sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga
kebutuhannya (material dan spiritual) dapat terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat,
oleh karena itu, tidak berwujud tawaran sebuah proyek usaha kepada masyarakat,
tetapi sebuah pembenahan struktur sosial yang mengedepankan keadilan.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merencanakan dan menyiapkan suatu
perubahan sosial yang berarti bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia.
Kedua, Pemberdayaan
masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses
pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang tidak memiliki. Kerangka pemahaman ini akan menjerumuskan kepada usaha-usaha yang sekadar memberikan kesenangan sesaat dan bersifat tambal sulam. Misalnya, pemberian bantuan dana segar (fresh
money) kepada masyarakat hanya akan mengakibatkan hilangnya kemandirian dalam masyarakat tersebut atau timbulnya ketergantungan. Akibat
yang lebih buruk adalah tumbuhnya mental “meminta”. Padahal, dalam
Islam, meminta itu tingkatannya beberapa derajat lebih rendah dari pada memberi.
Ketiga, pemberdayaan
masyarakat mesti dilihat sebagai sebuah proses
pembelajaran kepada masyarakat agar mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupannya. Menurut Soedjatmoko(198-), ada suatu proses yang seringkali
dilupakan bahwa pembangunan adalah social learning. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah proses kolektif dimana kehidupan berkeluarga, bertetangga, dan bernegara
tidak sekadar menyiapkan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan
sosial yang mereka lalui, tetapi secara aktif mengarahkan perubahan
tersebut pada terpenuhinya kebutuhan besama.
Keempat, pemberdayaan
masyarakat, tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh
masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran
mereka untuk mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi
mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu program kerja
pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi.
Asumsinya, masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan dan permasalahan yang
mereka hadapi.
Kelima, pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu upaya pengembangan masyarakat. Tidak mungkin rasanya
tuntutan akan keterlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan tatkala masyarakat
itu sendiri tidak memiliki daya ataupun bekal yang cukup. Oleh karena itu,
mesti ada suatu mekanisme dan sistem untuk memberdayakan masyarakat. Masyarakat
harus diberi suatu kepercayaan bahwa tanpa ada keterlibatan mereka secara
penuh, perbaikan kualitas kehidupan mereka tidak akan membawa hasil yang
berarti. Memang, sering kali people empowerment diawali dengan mengubah
dahulu cara pandang masyarakat dari nrimo ing pandum menjadi aktif partisipatif
(Mudzakir, 1986 : 12-15).
C.
Program Pemberdayaan Masyarakat dalam konteks Islam
Menurut Agus
Efendi, setidaknya ada tiga kompleks pemberdayaan yang mendesak untuk
diperjuangkan dalam konteks keumatan masa kini, yakni pemberdayaan dalam
tatanan ruhaniah, intelektual dan ekonomi.
Pertama, pemberdayaan
pada matra ruhaniah. Dalam pandangan Agus Efendi, degradasi moral atau
pergeseran nilai masyarakat islam saat ini sangat mengguncang kesadaran Islam.
Kepribadian kaum muslimin terutama mayoritas generasi mudanya begitu telanjang
terkooptasi dan juga diperparah dengan gagalnya pendidikan agama dihampir semua
lini pendidikan. Untuk keluar dari belitan persoalan, kini masyarakat islam harus
berjuang keras untuk melahirkan desain besar kurikulum pendidikan untuk setiap
wilayah pendidikan, yang benar-benar berorientasi pada pemberdayaan total
ruhaniah islamiah, yang tidak bertentangan dengan perjuangan kebenaran ilmiah
dan kemodernan.
Kedua, pemberdayaan
intelektual. Dengan sangat telanjang dapat disaksikan betapa umat islam yang
ada di Indonesia bahkan dimanapun sudah jauh tertinggal dalam kemajuan dan
penguasaan teknologi. Untuk itu diperlukan berbagai upaya pemberdayaan
intelektual sebagai sebuah perjuangan besar (jihad). Untuk itu, dalam
konteks juriprudensi tanggung jawab sosial islam, menurut Agus Efendi,
masyarakat islam harus berani mengedepankan jargon teknologi teologi sosial,
dibawah ini :
a.
Bahwa malas belajar adalah dosa besar sosial islam.
b.
Bahwa pemberdayaan intelektual harus merupakan gerakan semua lini
keumatan.
c.
Bahwa setiap dukungan terhadap pemberdayaan intelektual harus dipandang
sebagai jihad besar yang harus diakselerasikan.
d.
Bahwa tatanan manajemen operasional, masyarakat Islam, terutama mereka
yang berkecimpung dalam wilayah manajemen korporasi keumatan, harus siap
menghadapi gelombang reengineering yang berorientasi pada sistem manajemen
keunggulan, yang boleh jadi harus meninggalkan pola-pola manajemen dan
kepemimpinan yang tidak efektif, efisien dan produktif untuk digantikan dengan
pola-pola manajemen kepemimpinan profesional dan strategis. Penolakan terhadap
gerakan ini harus dinilai sebagai hambatan-hambatan paling nyata terhadap
gerakan pemberdayaan intelektual masyarakat Islam.
e.
Bahwa untuk menjalankan ideal-ideal di atas, diperlukan gerakan aksional
penggalian dan penghimpunan kekuatan-kekuatan ekonomis secara by design, yang
diupayakan oleh setiap komponen umat bersama-sama masyarakat islam, dengan
sistem manajemen yang transparan dan profesional.
Ketiga, pemberdayaan
ekonomi. Sebagaimana dikemukakan pada bab pertama kajian ini, masalah
kemiskinan menjadi demikian identik dengan masyarakat Islam di Indonesia.
Pemecahannya adalah tanggung jawab masyarakatIislam sendiri, yang selama ini
sealalu terpinggirkan. Dalam konteks ekonomis, seorang putra islam dari
generasi Qurani awal baik, Sayyidina Ali menyatakan, “Sekiranya kefakiran itu
berwujud seorang manusia, sungguh aku akan membunuhnya.” Situasi ekonomi
masyarakat islam Indonesia bukan untuk diratapi, melainkan untuk dicarikan
jalan pemecahannya. Untuk keluar dari himpitan ekonomis ini, diperlukan
perjuangan besar dan gigih dari setiap komponen umat. Setiap pribadi muslim
ditantang untuk lebih keras dalam bekerja, berkreasi dan berwirausaha (enterpreneurship),
lebih win-win dalam bekerja sama, komunikatif dalam berinteraksi, lebih
skillful dalam memfasilitasi jaringan kerja, dan lebih profesional dalam
mengelola potensi-potensi dan kekuatan-kekuatan riil ekonomi umat. Untuk bisa
keluar dari himpitan situasi ekonomi seperti sekarang, disamping penguasaan
terhadap life skill atau keahlian hidup, ketrampilan berwirausaha, dibutuhkan
juga pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan, yang selama ini tidak
pernah dilirik.
D.
Teknik Pemberdayaan dalam Islam
1.
Pemberdayaan Melalui Individu.
Seorang muslim harus memiliki
kecerdasan rohaniah dan kecerdasan intelektualitas, peningkatan kualitas individu
melalui pendidikan dan dengan memiliki kualitas hidup yang tinggi, motif selanjutnya
diarahkan agar manusia sebagai pribadi selalu bekerja keras, penuh
sungguh-sungguh, keahlian dan ketrampilan dalam mengerjakan sesuatu sebagai
manifestasi motif semangat profesionalisme, dan selalu menghargai waktu. Dunia
pendidikan dewasa ini dalam membangun individu sumber daya manusia dan sumber
daya umat (Islam). Mengarahkan konsep orientasi pendidikan pada konsep Link
and Match atau dalam istilah pendidikan disebut dengan Sistem Pendidikan
Ganda (PSG). Link and match diterjemahkan sebagai upaya meningkatkan dan
mempersiapkan peserta didik agar menjadi mandiri(Dawam Raharjo, 1997). Konsep Link
and Match mengandung tujuan agar menciptakan sumber daya individu yang siap
pakai sesuai dengan sektor-sektor pembangunan. Dengan memiliki keahlian pada
masing-masing sektor, dan saling melengkapi (Ashabiyah) antar berbagai
sektor maka akan dapat membawa kepada arah pembangunan sesuai yang diinginkan. Kualitas
sumber daya manusia sebagaimana dijelaskan diatas, menyangkut dimensi manusia
yang lebih besar, yaitu : keluarga, masyarakat dan bangsa. Untuk dapat
menggambarkan sisi kualitas manusia, yang fisik dan non fisik, kuantitatif dan
kualitatif, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, sebagai acuan, dapat
diterapkan pemberdayaan dalam panca matra kualitas yaitu
a.
diri pribadi
b.
anggota keluarga
c.
anggota kelompok
d.
warga negara dan
e.
himpunan kualitas.
Kualitas
manusia dan masyarakat pada dasarnya saling terkait, dalam matranya sebagai anggota
keluarga, kelompok dari warga negara, manusia dapat ditentukan oleh kelompok
interaksi dengan orang lain penciptaan kualitas perorangan tidak dapat
dilepaskan dari lingkungan sosial dan hal-hal dalam masyarakat yang mengatur,
mempengaruhi, menunjang serta membentuk pola hidupnya, kualitas bermasyarakat merupakan
ciri kualitas manusia yang penting. Sebaliknya kualitas ini tidak pula dapat
dibangun tanpa kualitas perorangan. Ada tiga dimensi dalam pengembangan dan
pemberdayaan individu untuk mencapai kualitas yang baik, yaitu :
a.
Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga
integritas, termasuk sikap tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan
pandangan masyarakat.
b.
Dimensi produktifitas yang menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia
tadi, dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
c.
Dimensi kreativitas yang menyangkut kemampuan seseorang untuk
berpikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan
masyarakat(Muhammad Thalhah Hasan, 2003 : 60).
Dalam
perspektif Islam, manusia beriman adalah manusia terbaik (khairu ummah)
yang selalu meningkatkan kualitas hidup. Dalam konteks pengembangan masyarakat
Islam yang mengacu kepada pemikiran sosiologi Ibnu Khaldun, pemberdayaan secara
individu dapat dikembangkan dengan cara yang komprehensif dan aplikatif.Secara konkrit,
pemberdayaan individu pada matra rohaniah (afektif) dapat berupa bimbingan,
pengajian, khotbah, pendidikan dan pengajaran baik formal maupun informal yang
tujuannya untuk memberikan pamahaman dan pengalaman. Arahan dan bimbingan
secara individual kepada seseorang untuk menjalankan ibadah baik sholat, puasa,
zakat, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya, akan menumbuhkan sikap kalbu
kearah yang lebih baik sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Sebagai contoh, seseorang
yang biasa menjalankan shalat akan memiliki keseimbangan baik pada aspek
kesehatan, kejiwaan ataupun kemasyarakatan (M. Thalhah Hasan, 2003).
Aplikasi
pembinaan dan pemberdayaan rohaniah ini dapat juga berbentuk pembinaan dan
bimbingan pribadi baik berupa pengajaran privat atau bentuk bimbingan pembinaan
lainnya. Pemberdayaan pada matra rohaniah sangat penting untuk dikembangkan
pada tatanan individu, karena pemberdayaan pada matra rohaniah ini sangat berpengaruh
terhadap aspek-aspek pembangunan lainnya, baik disiplin, intelektual, etos
kerja, motivasi dan prestasi. Pemberdayaan individu pada matra intelektual,
lebih menekankan pada aspek kognitif (pengetahuan) dan pembelajaran, hal ini
dapat diterapkan melalui kegiatan pembelajaran baik formal, non formal atau
informal. Dalam mengembangkan aspek intelektual sangat berkaitan erat dengan
dunia pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia misalnya telah berupaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Usaha terus menerus yang dilakukan
untuk mencapai tujuan itu diantaranya adalah merubah sistem pendidikan dan
pembelajaran kelompok kearah pembelajaran individual. Dalam pemberdayaan
aspek intelektual ini mengacu pada kompetensi, yaitu perpaduan dari pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak yang dikuasai oleh seseorang telah menjadi bagian dari dirinya. Sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, efektif dan psikomotorik.
Pemberdayaan ekonomi
pada tingkat individu mengacu kepada pengembangan sumber daya manusia
yang mandiri, sehingga pemberdayaan diarahkan kepada kecakapan hidup
(life skill) dan ketrampilan berwirausaha. Hal ini ditujukan untuk
menghindarkan manusia (secara individu) dari kemiskinan. Secara garis
besar terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, yaitu:
a.
Faktor internal manusia, seperti lemahnya etos kerja yang terlihat dalam
sikap malas, kerja tidak teratur dan tidak bergairah, kurangnya disiplin dan pengaturan
waktu yang tepat.
b.
Faktor non individual, seperti penyelenggaraan pemerintah yang korup
dan sejenisnya.
c.
Visi teologi yang represif.
Pemberdayaan
individu pada matra ekonomi adalah dengan cara meningkatkan kualitas
sumber daya manusia secara pribadi. Adapun tolok ukur kualitas sumber
daya manusia itu adalah :
a.
Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
b.
Berbudi pekerti luhur
c.
Sehat jasmani
d.
Sehat rohani
e.
Terampil
Adapun pola
pemberdayaan individu yang berkualitas ditujukan untuk menghasilkan
tenaga kerja yang siap pakai, produktif dan berkualitas. Dalam hal ini
perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Pendidikan formal
b.
Pendidikan non formal
c.
Pendidikan informal
d.
Pembinaan fisik
e.
Pembinaan mental
Sedangkan
pemberdayaan individu pada matra ekonomi juga dapat dilakukan dengan cara
menambahkan sikap semangat kerja serta peningkatan kreativitas mengatasi
masalah kerja, dengan menjadikan suatu pekerjaan menjadi berkualitas,
produktif, ekonomis, efektif dan efisien. Peningkatan skill (ketrampilan) yang
meliputi :
a.
Ketrampilan teknik tertentu, misalnya dalam bidang bangunan, pertanian,
peternakan, perdagangan dan lain sebagainya.
b.
Ketrampilan manajerial, pengelolaan dan kepemimpinan
c.
Ketrampilan pemasaran, termasuk di dalamnya seni reklame dan kepandaian
mencari dan membina langganan.
2.
Pemberdayaan Melalui Keluarga
Keluarga
merupakan bentuk masyarakat terkecil, tetapi terpenting dalam hidup seseorang,
keluarga adalah jiwa masyarakat dan merupakan tulang punggungnya. Keluarga
sakinah dan harmonis adalah keluarga yang penuh keserasian antara suami dan
istri serta anak-anak dan seluruh anggota keluarganya. Keluarga itu juga harus
berprestasi menuju keluarga yang memperoleh Allah SWT dengan mengikuti semua
tuntunannya. Kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai satu bangunan, demi
kuatnya bangunan itu, maka ia harus didirikan dengan fondasi yang kuat dengan
bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang kuat. Fondasi kehidupan
keluarga adalah agama yang disertai kesiapan fisik dan mental anggotanya.
Keluarga juga merupakan umat kecil yang memiliki pemimpin dan anggota,
mempunyai pembagian tugas kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing
anggotanya. Jika pembinaan individu-individu dalam keluarga diarahkan kepada
pembinaan dan pemberdayaan yang baik dengan memiliki kecerdasan rohaniah dan
kecerdasan intelektualitas maka keluarga tersebut akan dapat mencapai keluarga yang
mandiri sejahtera dan menjadi ujung tombak dalam pembangunan.
Pengembangan
masyarakat Islam dalam konteks pemberdayaan pada tatanan keluarga yang meliputi
tiga aspek pemberdayaan rohaniah, intelektual, dan ekonomi, tidak terlepas dari
pemberdayaan individu, karena dalam keluarga terdiri dari individu-individu
yaitu ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya.
Pemberdayaan
keluarga pada matra rohaniah adalah berawal dari pembentukan keluarga ketika
memilih pasangan suami atau istri, dalam hal ini Islam sangat ketat dalam
menetapkan syarat laki-laki atau perempuan yang boleh dinikahi. Setelah
terbentuk sebuah tatanan keluarga yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan
islam, maka perlu arahan dan bimbingan terhadap pembentukan keluarga sakinah melalui
bimbingan atau privat pengajaran bagi keluarga, sehingga anggota keluarga
memiliki keseimbangan dalam kehidupan keluarga, rajin beribadah, berbudi
pekerti luhur, disiplin dan tanggung jawab, membiasakan shalat berjamaah dalam
keluarga dan lain sebagainya.
Adapun
pemberdayaan keluarga pada matra intelektual, adalah dalam bentuk bimbingan dan
pengajaran secara informal dalam keluarga yang dapat berbentuk pengetahuan
secara kognitif ataupun dalam bentuk ketrampilan (life skill). Jika
anggota keluarga dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan baik didapat
melalui pendidikan formal, non formal maupun informal (pengajaran privat) dan
lain sebagainya, maka keluarga tersebut akan memiliki tanggung jawab, disiplin,
dan etos kerja yang tinggi. Dengan demikian akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas dalam kehidupan keluarga sedangkan pemberdayaan keluarga pada
ekonomi, sangat berkaitan erat dengan pemberdayaan rohaniah dan intelektual
karena untuk meningkatkan taraf hidup dalam keluarga perlu adanya usaha
peningkatan skill bagi anggota keluarga dan ketrampilan berwirausaha. Usaha ini
dapat juga dikembangkan dalam bentuk pemberian modal usaha (dalam bentuk mudharobah),
penyaluran zakat, dan berbagai bentuk bantuan modal usaha lainnya. Pemberdayaan
rohaniah dan intelektual pada tingkat keluarga berkaitan erat dengan pemberdayaan
ekonomi. Ini adalah sebagai kunci utama dalam meningkatkan taraf hidup keluarga
menuju keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
3.
Pemberdayaan Melalui Masyarakat.
Manusia pada hakekatnya hidup
bermasyarakat. Menurut Ibnu Khaldun manusia adalah makhluk yang tidak bisa
berdiri sendiri. Ketidakmandirian manusia itu terutama dilihat dari dua
kenyataan. Pertama dari segi pemenuhan kebutuhan pokok, dan yang kedua dari segi
pertahanan diri. Dalam pandangan khaldun yang membedakan manusia dengan makhluk
lain adalah :
a.
Ilmu pengetahuan dan keahlian (teknologi) yang merupakan hasil fikiran.
b.
Kebutuhannya akan seorang pemimpin atau pengarah yang sanggup mengendalikan,
dan kepada kekuasaan yang kokoh sebab tanpa hal itu eksistensinya tak bisa
dimungkinkan.
c.
Usaha manusia untuk menciptakan penghidupan dan perhatiannya untuk
memperoleh penghidupan dan berbagai cara.
Bermasyarakat (umran)
: dalam pandangan Khaldun adalah samasama tinggal dan menjadi penghuni sebuah
kota atau kampung untuk hidup bersama saling memenuhi kebutuhan, karena dalam
watak manusia itu telah terdapat kebutuhan kerjasama untuk kehidupan. Berbicara
soal pemberdayaan masyarakat, tidak terlepas dari pemberdayaan secara individu,
karena manusia dapat dilihat individu dan sekaligus masyarakat.
Dalam proses
hubungan masyarakat seorang muslim tentu terlibat dalam bentuk kegiatan yang
beraneka ragam. Agar proses yang variatif itu seorang muslim tidak kehilangan
arah, maka Islam mengajarkan pedoman, yaitu Ilmu dan Amal, dalam konteks ini
pedoman dasar tersebut dimaksudkan agar seorang muslim harus selalu belajar dan
menambah ilmu serta mengamalkan ilmu. Dengan ilmu pengetahuan seorang muslim harus
mengaitkannya dengan kesadaran untuk mendalami Sunattullah sehingga keimanan
semakin mantap. Sedangkan dalam amal (mengajarkan ilmu Allah) dalam kaitan
pedoman hidup kemasyarakatan ini adalah kaitan dengan proses kewajiban dakwah,
menyebarluaskan ajaran Allah SWT kepada manusia lainnya. Masyarakat pada
dasarnya terdiri dari individu-individu, jika pemberdayaan secara individu
sudah berjalan baik maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
pemberdayaan pada tatanan keluarga dan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada
tatanan rohaniah memerlukan kerja keras dan keterlibatan berbagai komponen yang
ada, baik melalui pendidikan formal, nonformal ataupun informal yang berorientasi
kepada pemberdayaan total rohaniah Islam. Melalui dakwah islam yang sistem
moralitasnya dibangun diatas nilai-nilai agama.
Melalui
pendidikan formal pemberdayaan ini dapat berupa penanaman nilai-nilai keagamaan
dan moralitas yang tinggi yang mengacu kepada desain kurikulum yang
diaplikasikan terhadap kegiatan pendidikan menuju hasil pendidikan yang
optimal, tatanan non formal dapat berupa pemberdayaan kelompok-kelompok
pengajian dan pengakian keagamaan. Sedangkan pada tatanan informal dapat
berbentuk bimbingan dan arahan spiritual dalam keluarga, hal ini ditujukan
untuk meningkatkan kualitas rohaniah masyarakat.
Sebagai contoh
pemberdayaan rohaniah masyarakat adalah dengan menfasilitasikan pada para da’i,
khotib, guru ngaji, ustadz dan berbagai pelaku dakwah lainnya untuk selalu
memberikan bimbingan dan arahan ditengah-tengah masyarakat, baik berupa
pengajian rutin, khutbah jum’at dan berbagai bentuk bimbingan keagamaan
lainnya, serta pemanfaatan media baik cetak maupun elektronik yang memuat
pesanpesan moral keagamaan. Program semacam ini akan dapat berjalan baik tentunya
dengan dukungan berbagai pihak terutama pemerintah.
Pemberdayaan
rohaniah ini ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang beriman dan bertaqwa
menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Pemberdayaan masyarakat pada matra
intelektual pada tatanan masyarakat, dapat diselaraskan dengan pemberdayaan
rohaniah, yang melibatkan berbagai komponen, baik pemerintah, alim ulama, dai
dan komponen terkait lainnya dan juga media baik cetak maupun elektronik dengan
materi pemahaman bidang kognitif masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada
tatanan rohaniah dan intelektual ini saling berkaitan.
Di tingkat
ibu-ibu dan bapak-bapak dapat berupa pelatihan-pelatihan ataupun pengajian
rutin. Pada tingkat remaja dan anak-anak dapat berupa kegiatan kilat dan lain
sebagainya. Adapun materi yang perlu disampaikan adalah:
a.
Keimanan
b.
Ibadah
c.
Al Qur’an
d.
Akhlak
e.
Muamalah yang meliputi hubungan masyarakat dan ekonomi
f.
Sejarah (tarikh)
Program-program
tambahan lainnya berupa : Tafakur, olah raga, kesenian, monitoring, muhasabah
dan bakti sosial berupa kerja bakti, bantuan dan santunan gotong-royong. Pemberdayaan
masyarakat pada matra ekonomi dalam hal ini juga berkaitan erat dengan
pemberdayaan rohaniah dan intelektual, dalam pandangan Khaldun pemberdayaan
ekonomi berdasarkan kepada hukum yang mengendalikan ekonomi yang meliputi :
a.
Hukum pembagian kerja
b.
Teori nilai
c.
Teori harga
d.
Faktor-faktor produksi
Empat teori
ekonomi diatas sangat berkaitan dengan aspek pemberdayaan intelektual yang
terkait di dalamnya tiga kekuatan pokok yaitu fisik, semangat dan akal pikiran.
Faktor terpenting dalam pemberdayaan ekonomi ini adalah berkaitan dengan
kreativitas dalam mengatasi masalah kerja yang meliputi :
a.
Penggunaan akal pikiran dalam rangka etos kerja.
b.
Menciptakan lowongan pekerjaan.
c.
Kebijaksanaan mengatur dan memanfaatkan waktu.
d.
Menemukan pekerjaan yang produktif.
e.
Menyusun program kerja
f.
Keahlian atau kepandaian (skill)
Pemberdayaan
tiga aspek rohaniah, intelektual dan ekonomi dalam konteks pengembangan
masyarakat Islam yang diimplikasikan secara sistematis mulai dari individu,
keluarga dan masyarakat merupakan aplikasi teori paradigmatik pemikiran
sosiologis Ibnu Khaldun. Aplikasi teori ini akan menjadi frame teori
pengembangan masyarakat islam yang bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat
islam yang beradab, adil, makmur dan sejahtera berbentuk tatanan masyarakat
Khiru Ummah.
4.
Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Konteks Negara
Pengembangan masyarakat islam merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan
alternatif model pemecahan masalah umat dalam bidang sosial, ekonomi, dan
lingkungan dalam perspektif Islam. Pengembangan masyarakat Islam juga merupakan
model empiris pengembangan perilaku individual dan kolektif dalam dimensi amal
saleh (karya terbaik), dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi
masyarakat. Baik secara individual, keluarga, masyarakat maupun dalam konteks
negara.
Pengembangan masyarakat Islam dalam konteks kenegaraan berkaitan
secara skematis mulai dari pengembangan, pemberdayaan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia secara individu, yang kemudian tergabung dalam komunitas
terkecil yaitu pembentukan keluarga sakinah makmur dan sejahtera dan dalam
tatanan yang lebih luas pemberdayaan ditekankan pada kualitas masyarakat
(islam) dalam sebuah tatanan yang terdiri didalamnya komunitas baik secara
individual ataupun keluarga memiliki kualitas baik kualitas rohaniah,
intelektualitas ataupun keluarga secara ekonomi, maka pembangunan
ditengah-tengah masyarakat semacam ini akan dapat berjalan menuju kepada
kemajuan kesejahteraan dan kemakmuran.
Pengembangan masyarakat Islam dalam konteks negara diarahkan kepada
terbentuknya masyarakat yang sejahtera baik material maupun memiliki kualitas
spiritual yang tinggi, yang dalam tatanan ini dikenal dengan masyarakat madani
(civil society), dimana tatanan kehidupan yang ada di dalamnya terdiri
dari komunitas sosial (masyarakat) yang satu dengan lainnya saling bergaul
secara beradab, yang memiliki kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar